NU Cirebon
CIREBON – Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj menyebut bahwasannya di dalam Al-Qur’an tidak ada terminologi khusus yang menyebut umat Islam.
Pernyataan Kiai Said tersebut dilontarkan saat membuka sesi umum Cirebon Intellectual Conference (CIC) yang digagas oleh Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Cirebon di Hotel Prima pada Selasa, (9/8/2022).
“Allah menyebutkan pada QS Al Baqarah ayat 143 sebagai ‘Ummatan Washathan’ atau umat yang moderat. Tidak ada tuh secara jelas menyebutkan ‘Ummatan Arabiyah’ atau yang lainnya,” kata Kiai Said.
Dalam kesempatan itu, Kiai Said juga menjelaskan perbedaan redaksi ‘Kholaqo’ dan ‘Ja’ala’.
“Kholaqo itu monopoli Allah, serangkan ‘Ja’ala walau pun dari Allah tapi kita yang menjalankan. Jika bumi ingin menjadi produktif, maka harus diperjuangkan oleh manusia,” ujar Kiai Said.
Kiai Said menambahkan, Hal tersebut sama halnya pengantin baru yang memperjuangkan Mawadah, warohmah.
“Ja’ala artinya harus diperjuangkan. Tanpa perjuangan, Allah tidak mungkin menjadikan manusia yang Ummatan Wasathon,” katanya.
Menyrutnya, yang mendorong manusia menjadi ummat yang moderat perannya di masyarakat.
“Peran di masyarakat itu yakni peran agama, budaya, peradaban, kemanusiaan, bahkan politik,” ucap Kiai Said.
Kiai Said menegaskan, oeran agama harus dipegang kuat. Salah satu benteng kokoh agama Islam di Indonesia ada tangan pesantren.
“Di agama lain tidak memiliki metodologi menseleksi berita, seperti ilmu tafsir di pesantren,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kiai Said mengatakan, perangkat untuk ‘Ummatan Washathan’ sudah ada. misalnya Al-Qur’an yang menggunakan bahasa Arab.
“Ternyata membaca Al-Qur’an dengan bahasa arab mengandung makna agar umat Islam memahami ilmu tajwid,” tambahnya.
Kiai Said menjelaskan, Nabi Muhammad sudah berhasil menjalankan misi ‘Ummatan Washathan’ ketika hijrah dari Makkah ke Yatsrib.
“Ketika memasuki kota Yatsrib, Nabi Muhammad mendapati umat yang majemujuk. Ada suku pendatang namanya kaum muhajairin, ada pribumi yang namanya kaum Ansor. Bahkan ada Yahudi dan non muslim yang terdapat 3 suku,” ujarnya.
“Akhirnya Nabi Muhammad memutuskan bahwa Islam pribumi, pendatang, maupun non muslim, asalkan cita-citanya sama, maka sesungguhnya itu adalah 1 umat,” jelas Kiai Said.
Maka atas dasar itu, kata Kiai Said, Nabi Muhammad tidak mendeklarasikan negara Islam, akan tetapi negara Madinah.
“Oleh karena itu, selayaknya orang Islam memahami risalah Wasathiyah itu mampu berpikir, bersikap, dan berprilaku, dengan multukultularizm yang lebih toleran,” ucapnya.
Kiai Said menurutkan agar bagaimana keberagaman ini menjadi kekayaan budaya selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
“Bagaimana semua budaya itu menjadi budaya bangsa, bukan hanya toleran. Karena martabat bangsa tergantung budayanya, bukan agamanya,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Kiai Said mengajak untuk sama-sama menguatkan budaya agar negri ini lebih bermartabat, mari kuatkan budayanya.
“Acara CIC yang digagas oleh PC ISNU Kabupaten Cirebon ini harus dipatenkan hak cipta,” kata Kiai Said.
Kiai Said menjelaskan, CIC ini acara yang sangat positif karena berdiskusi demi kemajuan Cirebon.