NU Cirebon
Cirebon – Salah satu amalan yang sangat dianjurkan saat memasuki bulan Muharram adalah menunjukkan kasih sayang kepada anak yatim, salah satunya melalui mengusap kepalanya. Dalam konteks Islam, anak yatim adalah anak yang belum mencapai usia baligh dan telah kehilangan ayahnya karena wafat, sehingga tumbuh tanpa sosok pelindung utama dalam keluarga.
Bulan Muharram kerap dijuluki sebagai bulan yatim. Terutama pada tanggal 10 Muharram (Hari Asyura), banyak umat Islam yang mengadakan kegiatan sosial seperti memberikan santunan hingga mengusap kepala anak yatim. Namun, apakah tradisi ini memiliki dasar dalam ajaran Islam?
Dalil Tentang Mengusap Kepala Yatim
Dalam Musnad Ahmad (7/36) terdapat hadis dari Abu Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ لَمْ يَمْسَحْهُ إِلَّا لِلَّهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا يَدُهُ حَسَنَاتٌ وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ وَفَرَّقَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Siapa yang mengusap kepala anak yatim karena Allah, maka untuk setiap helai rambut yang disentuh tangannya, ia mendapat satu kebaikan. Dan siapa yang memperlakukan yatim dengan baik, maka kelak ia akan bersamaku di surga seperti dua jari ini.” (HR. Ahmad)
Nabi lalu menunjuk jari telunjuk dan jari tengahnya untuk menggambarkan kedekatan tersebut. Hadis ini tidak secara eksplisit menyebutkan tanggal 10 Muharram, namun menunjukkan bahwa mengasihi anak yatim adalah perbuatan yang mulia kapan pun dilakukan.
Mengusap Kepala Yatim, Penawar Hati yang Keras
Dalam Majma’ Zawaid, disebutkan seorang pria pernah mengadu kepada Nabi Muhammad SAW tentang hatinya yang keras. Rasulullah menjawab:
“Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan kepada orang miskin.” (HR Ahmad)
Hadis ini mengajarkan bahwa kelembutan hati bisa diraih dengan menunjukkan empati kepada mereka yang membutuhkan, khususnya anak yatim. Hal senada juga termuat dalam riwayat Tabrani dari Abu Darda’, yang menyebutkan bahwa menyayangi dan memberi makan anak yatim bisa melunakkan hati dan mempercepat terkabulnya hajat.
Dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Laits As-Samarqandi (w. 373 H), disebutkan:
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً
“Barang siapa yang berpuasa pada hari Asyura, Allah akan memberinya pahala seperti 10.000 malaikat, 10.000 haji dan umrah, serta 10.000 syuhada. Dan siapa yang mengusap kepala yatim pada hari itu, maka Allah akan mengangkat derajatnya pada setiap helai rambut yang ia sentuh.”
Makna Spiritual dan Psikologis di Balik Amalan Ini
Mengusap kepala anak yatim bukan hanya simbol kasih sayang, tetapi juga sarana mendidik jiwa untuk peduli, empati, dan melembutkan hati yang keras.
Bagi anak yatim, tindakan ini merupakan bentuk perhatian yang sangat bermakna, menggantikan kasih sayang ayah yang telah tiada. Kepala, sebagai anggota tubuh paling mulia, menjadi titik simbolik dalam interaksi ini karena di sanalah letak akal, kehormatan, dan identitas manusia.
Meskipun tidak secara eksplisit diwajibkan pada 10 Muharram, mengusap kepala anak yatim adalah amalan sunnah yang sarat keutamaan. Tindakan sederhana ini mengandung pahala besar, melembutkan hati, serta mempererat ukhuwah sosial.