CIREBON – Setiap dua bulan sekali, Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Pabedilan Kabupaten Cirebon rutin menggelar kegiatan lailatul ijtima’. Tidak hanya sekedar berkumpul dan bertemu, dalam kesempatan tersebut juga dilakukan kajian kitab Mafahim Yajibu An-Tushohah karya Sayyid Alwi Al Maliki Al Hasani.
Ketua MWCNU Pabedilan, H Ahmad Jari mengatakan lailatul ijtima’ ini sudah menjadi hal yang wajib untuk pengurus NU dan Nahdliyin juga boleh untuk mengikuti acara tersebut. Apalagi kegiatan ini juga diisisi dengan tahlil, istighotsah serta pembacaan dan kajian kitab Mafahim dengan ditambah sesi konsultasi fiqh, tanya jawab sekitar ke-NU-an dan ke-Aswaja-an.
“Alhamdulillah, kegiatan lailatul ijtima’ yang telah berjalan sampai 7 pertemuan ini masih eksis,” jelasnya Rabu (08/08).
Dalam kesempatan tersebut Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie turut hadir dan memberikan sambutan. Kang Aziz, sapapan akrabnya, mengatakan lailatul ijtima’ atau bisa dikatakan berkumpul pada waktu malam alias kumpul malam adalah istilah yang sudah menjadi legalitas dan ciri khas NU sebagai wadah pertemuan para kiai, ustadz, pengurus, dan warga NU.
“Lailatul ijtima’ ini sudah dilakukan sejak dulu oleh masyayikh pendiri NU untuk menyerap aspirasi dan konsultasi tentang perkembangan NU. Serta untuk menyelesaikan masalah jika ada. Namun tujuan pokoknya adalah mempererat silaturrahim dan ukhuwah Islamiyah, basyariyah dan Nahdliyah,” katanya.
Kajian kitab Mafahim sendiri diisi oleh Rois Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon, KH Wawan Arwani Amin. Pada kesempatan itu, Kiai Wawan menegaskan dilarangnya umat Islam khususnya warga NU mudah menuduh yang lain sesat dan kafir. Dakwah yang baik dan santun sangat diperlukan saat ini.
“Praktek amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang baik ini perlu dikembangkan karena lebih efektif untuk menggapai hasil yang diharapkan. Menggunakan cara yang negatif dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah tindakan yang salah,” jelas Kiai Wawan.
Sayyid Alwi Al Maliki Al Hasani dalam kitabnya seperti yang dijelaskan Kiai Wawan mengatakan telah ada konsensus ulama untuk melarang memvonis kufur ahlul qiblat (ummat Islam) kecuali akibat dari tindakan yang mengandung unsur meniadakan eksistensi Allah, kemusyrikan yang nyata yang tidak mungkin ditafsirkan lain, mengingkari kenabian, prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang harus diketahui ummat Islam tanpa pandang bulu (ma ‘ulima min ad-din bi adh-dharurat), mengingkari ajaran yang dikategorikan mutawatir atau yang telah mendapat konsensus ulama dan wajib diketahui semua ummat Islam tanpa pandang bulu.
“Contohnya, jika kamu mengajak seorang muslim lain yang sudah taat mengerjakan sholat, melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, menyebarkan dakwah, dan menegakkan syi’ar-syi’ar-Nya untuk melakukan sesuatu yang kamu nilai/anggap benar sedangkan dia memiliki penilaian berbeda dan para ulama sendiri sejak dulu berbeda pendapat dalam persoalan tersebut kemudian dia tidak mengikuti ajakanmu lalu kamu menilainya kafir hanya karena berbeda pandangan denganmu, maka sungguh kamu telah melakukan kesalahan besar yang Allah melarang kamu untuk melakukannya dan menyuruhmu untuk menggunakan cara yang bijak dan tutur kata yang baik,” tegas Kiai Wawan.