NU Cirebon
Pengurus Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Panguragan menggelar diskusi ilmiah dalam rangka refleksi Isra Mi’raj.
Acara yang berlangsung di Musholla Ust. Nurhabib, Blok 4 Desa Panguragan, Kec. Panguragan, Kab. Cirebon itu mengusung tema “Isra Mi’raj: Titik Temu Agama-Agama Samawi”. Sabtu, (5/3).
Acara itu juga dihadiri Ketua MWC NU Kec.Panguragan, Kiai Mustahdi Amin, Ketua Bidang Organisasi PC GP Ansor Kabupaten Cirebon, dan segenap anggota PAC GP Ansor Kec. Panguragan.
Ketua panitia, Ahmad Muzaky mengatakan, panitia sengaja mengangkat tema ini karena kajian tentang Isra Mi’raj kebanyakan berisi tentang cerita-cerita supranatural di luar akal dan pikiran manusia dengan pembahasan yang cenderung melangit dan imajinatif.
“Padahal, peristiwa Isra Mi’raj merupakan momentum bagi umat Islam untuk merenungkan kembali hakikat kita beribadah,” katanya.
Lebih lanjut, Muzaky menjelaskan, salah satu momentum tersebut yaknin Isra Mi’raj adalah titik temu agama-agama samawi yang disimbolkan melalui perjumpaan dan dialog Nabi Muhammad SAW dengan Nabi-nabi sebelumnya.
“Perjumpaan Nabi Muhammad tersebut mempunyai makna yang luas,” tuturnya.
Sementara Kang Muhammad Idrus, selaku narasumber pada acara tersebut menyampaikan, Agama samawi mempunyai titik dilihat dari substansi ajaran setiap agama dan garis keturunan Nabi-nabinya.
Menurutnya, Nabi tiga agama besar, yakni Islam, Kristen dan Yahudi berasal dari keturunan yang sama, yakni Nabi Ibrahim.
Melihat hal itu, tiga agama samawi besar ini sejatinya punya hubungan emosional yang kuat,” paparnya.
Di samping itu, lanjut Kang Idrus, substansi agama-agama samawi punya kesamaan.
Ia menegaskan, semua agama mengedepankan nilai-nilai kesalehan, baik individual maupun sosial.
“Tentunya, ini menjadi penting bahwa sebagai umat Islam dalam menjali kehidupan berbangsa dan bernegara,” imbuhnya.
Spirit ini, kata Kang Idrus, teraktualisasikan dalam setiap ruang gerak kader-kader Ansor.
Mereka senantiasa berpikir terbuka, moderat dan menghargai orang lain. Maka, kata Kang Idrus, Banser selalu turut serta menjaga Gereja bukan karena menjaga akidah.
Akan tetapi, menurutnya, lebih pada menjaga kebinekaan, kebangsaan, dan sikap menghargai agama lain.
“Menjaga Geraja bukan menjaga akidahnya. Lebih pada menjaga aspek kebangsaan dan aspek kemanusiaan,” terangnya.
Dalam kesempatan ini, Kang Idrus juga menjelaskan bahwa oleh-oleh lain dari peristiwa Isra Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW adalah perintah menjalankan shalat.
Ia menjelaskan, shalat mempunyai dua makna, yakni individual dan sosial.
“Shalat bermakna individu berarti melakukan kewajiban, menjalankan sesuai rukun dan aturan-aturan yang berlaku,” tegasnya.
Sementara shalat bermakna sosial, Kang Idrus memaparkan, bisa dilihat dari hubungan sosial dengan masyarakat.
“Shalat sejatinya mempunyai pengaruh pada perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat,” ucap Kang Idrus.
Oleh karena itu, lanjutnya, untuk melihat kebaikan seseorang, cukup melihat sholatnya. Shalat menjadi tolok ukur serta cerminan keshalehan seseorang.
“Jika masih ‘begajulan’, suka menyalahkan dan mengafirkan orang lain, bisa jadi shalatnya bermasalah,” pungkasnya.