Oleh: Kang Ega Adriansyah
Rabu, 07 Desember 2022, kasus bom bunuh diri terjadi di Polsek Astanaanyar, Bandung. Kasus itu terjadi pagi hari, ketika jajaran kepolisian Astanaanyar sedang melakukan kegiatan apel.
Satu orang polisi dalam hal ini menjadi korban meninggal dunia. Sedangkan sebanyak delapan polisi dan satu orang warga sipil (yang kebetulan tengah melintas di depan polsek ketika kejadian) terluka. Kasus ini viral dan menjadi perbincangan masyarakat seluruh Indonesia.
Diduga pelakunya merupakan seorang mantan narapidana terorisme dan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung. JAD sendiri merupakan organisasi diduga kuat teroris yang telah dibekukan pemerintah.
Para anggotanya adalah orang-orang yang memiliki pemahaman ekstrem terhadap ajaran agama. Termasuk pelaku yang bernama Agus Sudjadno atau Agus Muslim ini. Agus diketahui sebelumnya pernah melakukan aksi serupa. Berhubungan dengan bom panci di daerah Cicendo pada tahun 2017.
Akibatnya, dia dihukum penjara selama 4 tahun. Baru bebas tahun kemarin, 2021, dari Lapas Nusa Kambangan. Selain heboh, kejadian ini juga banyak memunculkan rasa heran dari masyarakat, khususnya terhadap program de-radikalisasi yang dicanangkan pemerintah.
Program de-radikalisasi tujuannya adalah mereduksi pemahaman radikal atau meluruskan kembali pemahaman keliru dari narapidana terorisme terhadap ajaran keagamaan dan konsep kenegaraan agar bisa memahami semua itu dengan proporsional dan utuh.
Setiap narapidana kasus terorisme pasti hari-harinya diisi atau disisipi dengan bentuk-bentuk kegiatan de-radikalisasi. Namun, bagaimana bisa seorang Agus Muslim ini tetap radikal? Masyarakat banyak yang menilai, sepertinya ada yang kurang beres dari program tersebut yang harus dievaluasi/diperbaiki.
Program de-radikalisasi harus betul-betul dijalankan secara profesional, masif dan berkelanjutan. Sampai memberdayakan. Secara ekonomi, sosial, dan seterusnya, jangan hanya formalitas.
Selama ini, program de-radikalisasi memang seakan demikian, bisa dibilang kurang konkret dan substansinya belum tentu benar-benar mereduksi pemahaman radikal para mantan narapidana terorisme.
Baca juga: Kang Arif: LPBHNU Kabupaten Cirebon Akan Kritis Terhadap Produk Hukum Pemerintah
Walaupun tidak sedikit yang akhirnya berhasil teredukasi, tetapi tetap saja, tidak sedikit pula yang gagalnya. Jadi, upaya evaluasi itu harus ada. Terorisme bukan kejahatan biasa, termasuk salah satu kejahatan luar biasa, extra ordinary crime, sejajar dengan korupsi. Oleh karena itu, penanganannya harus dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh.
Bukan tanpa alasan, efeknya sangat berbahaya bagi individu maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Perpecahan, ketidakharmonisan, atau bahkan peperangan bisa terjadi karena kejahatan terorisme. Contoh-contohnya bisa kita amati secara langsung di negara-negara timur tengah. Suriah, Afghanistan, Libya, dan seterusnya.
Aksi terorisme merupakan fenomena yang muncul karena adanya suatu individu atau kelompok yang memahami konsep ajasan keagamaan terlalu berlebih. Dalam konteks kejadian di atas memahami ajaran agama Islam. Islam dipahami sebagian orang atau kelompok ini sebagai agama yang tidak menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi persatuan. Padahal Islam adalah sebaliknya.
Sangat menghargai perbedaan, persatuan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan. Dalam pemahaman sebagian orang ini, orang yang tidak memiliki pemahaman keagamaan seperti dirinya adalah kafir, terlebih yang berbeda agama. Dalam pemahaman mereka, orang-orang demikian itu halal darahnya. Boleh dibunuh yang dianggapnya bagian dari jihad.
Mereka yakin jika bisa membunuh orang-orang tersebut, mereka akan masuk surga dan mendapatkan ganjaran berupa kenikmatan dan bidadari-bidadari cantik di surga.
Ini adalah pemahaman keislaman yang sangat dangkal dan keliru. Islam dipahami secara kaku dan tidak menyeluruh. Islam merupakan agama yang tidak mengajarkan kekerasan. Islam adalah agama yang lemah lembut dan begitu ramah terhadap segala macam perbedaan (dalam konteks apa pun).
Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 159 dan 160, Allah berfirman, “Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
Islam adalah agama yang penuh kasih sayang. Intoleransi dan benci terhadap umat beragama lain tidak ada dalam inti ajaran Islam.
Baca juga: Rapat Kerja LPBHNU, Kiai Aziz: Lembaga Hukum NU Wajib Bela Kaum Mustadh’afin
Rasulullah Saw bersabda dalam salah satu haditsnya “Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah” Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya. (H.R. Turmudzi).
Jadi, Islam adalah agama yang penuh kearifan, kebijaksanaan dan cinta. Inilah konsep ajaran Islam yang hakiki atau sesungguhnya (utuh/kaffah), penuh dengan rahmah, penuh dengan berkah yang membawa umatnya menuju kepada kebahagiaan/kedamaian di dunia dan akhirat. Terutama jika ajarannya betul-betul diimplementasikan dengan baik oleh seluruh pemeluknya dalam kehidupan nyata.
Inilah konsep ajaran Islam yang mesti kita pahami dan tanamkan dalam hati, pikiran serta tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu ‘alam