NU Cirebon
Cirebon: Lembaga Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LWP-PBNU) bekerjasama dengan LWP PCNU Kabupaten Cirebon menggelar seminar Literasi Wakaf dan Keuangan Syariah dengan tema “Menumbuhkan DAUN (Dana Abadi Ummat Nahdliyyin) Membangun Wakaf Produktif)”. Ahad, 20 Maret 2023.
Acara yang berlangsung di di Gedung Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu menghadirkan 4 pembicara, yakni Dr. Tatang Astarudin (Komisioner BWI), Anas Nasikhin, M.Si (LWP PBNU), KH. Ahmad Zaeni Dahlan, Lc., M.Phil (Baznas Kab. Cirebon), Dr. Arwani Syaerozie (Dewan Fatwa MUI).
Selain itu, turut hadir juga Prof. Dr. Aan Jaelani (Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon), Prof. Dr. Suteja (Direktur Pascasarjana IAIN Cirebon), dan KH. Aziz Hakim Syaerozie (Ketua PCNU Kab. Cirebon). H. Saefuddin Jazuli, M.Si (Kepala Kemenag Kota Cirebon sekaligus Pembina LWP-PCNU Kab. Cirebon), Slamet Supriyadi, S.H.I., M.H (Ketua LWP-PCNU Kab. Cirebon)
Dalam sambutannya, Prof. Aan menyampaikam ucapan terima kasih atas kerjasama yang dilakukan antara LWP-PBNU, LWP-PCNU Kabupaten Cirebon dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Menurut Kang Aan, sapaan akrabnya, literasi wakaf di tengah masyarakat harus dilakukan secara massif untuk lebih mengakrabkan masyarakat terhadap dunia perwakafan.
Lebih lanjut Kang Aan menekankan perlunya bentuk tindak lanjut atas program-program kerja supaya efeknya terasa di masyarakat.
“Yang penting dari semua yang kita lakukan terkait dengan wakaf ini adalah perlunya tindak lanjut yang cepat atas program-program yang dicanangkan, tindak lanjut program-program strategis dan program nyata,” katanya.
Acara dimulai dengan pemaaran materi wakaf oleh komisioner BWI Prof. Dr. Tatang Astarudin yang mengangkat materi “Manajemen Wakaf Uang NU dan Transformasi Wakaf NU di Abad Kedua”.
Menurut Prof. Tatang, tantangan NU di abad kedua ini adalah yakni bagaimana mentransformasikan Intangible Asset (non bendawi), Tangible (bendawi) menjadi Real Asset dan Real Power (Kemanfaatan).
Ia juga mengajak para warga Nahdliyyin untuk bersama membangun NU dengan mengerti arah “era baru” perwakafan. “Maksudnya adalah perlu adanya perluasan jenis harta benda wakaf (benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang dan benda bergerak berupa uang),” ucapnya.
Prof. Tatang menjelaskan, harta benda wakaf tidak terbatas pada kegiatan ibadah tetapi juga meliputi kegiatan pendidikan, kesehatan, sosial seperti bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, kegiatan ekonomi dan kesejahteraan umum lainnya. Dan yang lebih penting lagi, lanjut Prof Tatang, adanya keharusan pengelolaan wakaf secara produktif dan profesional.
Sementara itu, Anas Nasikhin dari LWP-PBNU menyebut, secara praktis mengajak warga Cirebon untuk mewakafkan sebagian harta benda wakaf khususnya uang melalui program yang dikembangkan LWP-PBNU yaitu DAUN (Dana Abadi Ummat Nahdliyyin).
Anas banyak memperagakan penggalangan donasi DAUN sebagai kanal wakaf uang NU dengan memanfaatkan dan mengoptimalisasikan fasilitas penunjang QRIS, website wakafnusa.id, social banking, e-wallet dan sarana pendukung lainnya.
“Adapun alur pengelolaan wakaf uang melalui QRIS dan sarana lainnya di LWP-PBNU, yaitu pertama-tama melalui penggalangan donasi dan kampanye di Media Sosial yang dikumpulkan oleh KAWAN (Kader Wakaf NU). Kedua, dana yang tertampung akan masuk dalam penampuangan DAUN yang dikelola LWP-PBNU,” ujar Anas.
“Ketiga, yakni penggalangan dana wakaf Uang oleh Kawan akan diakumulasi dan diberikan reward sesuai dana yang dapat dikumpulkan dan kemanfaatannya akan langsung diberikan kepada PC atau PW setempat,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Arwani Syaerozi memaparkan tentang hukum wakaf uang dalam perspektif fikih dan ushul fikih. Menurutnya, saat ini hampir semua ulama mengatakan bahwa wakaf uang dalam Islam merupakan perkara yang diperbolehkan. Bahkan hal ini merupakan suatu langkah bagaimana wakaf dipermudah dalam aspek kehidupan bermasyarakat.
“Masyarakat tentu sangat paham bahwa wakaf merupakan aspek Islam yang sangat ditekankan dan merupakan bentuk amal jariyah. Namun kadang mereka (masyarakat) tidak berwakaf karena banyak kendala sosial seperti tidak memiliki tanah dan lainnya. Nah, dengan adanya wakaf uang, sebenarnya masyarakat dipermudah melalukan amal jariyah dengan berwakaf uang bahkan 10.000 rupiah,” tegas kang Arwani.
Kang Arwani menjelaskan, wakaf dapat digolongkan menjadi beberapa tujuan. Pertama, berwakaf untuk taqarrub kepada Allah, kedua wakaf untuk perhatian, ketiga wakaf untuk kemakmuran, dan keempat wakaf untuk pemerataan.
Ia berharap, wakaf uang akan berlangsung massif dan efektif untuk kemajuan umat nahdliyin.
KH. Ahmad Zaeni Dahlan, Lc., M.Phil memaparkan tentang perbandingan antara zakat dan wakaf dalam mengatasi kemiskinan. Kang Zaeni menekankan bahwa wakaf memiliki keunggulan-keunggulan yang masih bisa dieksplorasi sehingga wacana wakaf sebagai solusi alternatif dalam mengatasi problem-problem sosial di Indonesia dapat menjadi pilihan.
Kang Zaeni menilai, dibandingkan zakat yang penyalurannya ada dua pola yaitu konsumtif dan produktif, wakaf sejak awal pengalokasian aset wakaf harus produktif. Wakaf selalu harus berorientasi jangka panjang.
“Wakaf tidak terbatas pada pengertian umum yang tersebar di masyarakat, yaitu sekitar madrasah, masjid dan makan. Seharusnya dan memang suatu kewajiban, wakaf harus didayagunakan untuk hal-hal yang produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, Kang Zaeni menyoroti perbedaan amil dan nadzir. Menurutnya, amil zakat merupakan tugas pengelolaannya menekankan pada perannya sebagai medium atau perantara.
Sedangkan nadzir wakaf lebih dari itu, yakni menerima dana atau aset dari wakif untuk dikelola secara produktif agar kemanfaatannya dapat dirasakan masyarakat secara luas.