NU Cirebon
Cirebon: Perkembangan Artificial Intelligence (AI) alias kecerdasan buatan telah membuka medan baru dalam perjuangan dakwah Islam. Tak lagi perang fisik, tantangan dakwah hari ini beralih ke ranah digital, yakni literasi, narasi, dan opini publik dibentuk melalui algoritma dan data.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie saat menutup Madrasah Jurnalensa yang diselenggarakan Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) yang berlangsung di Meeting Room pada Kamis, 3 Juli 2025.
Ia menyebut AI sebagai hasil dari akumulasi data digital manusia yang hari ini memiliki pengaruh besar dalam pembentukan opini, termasuk soal pemahaman keagamaan.
“Kita tahu sekarang ada AI, yang dibentuk dari data diri kita, yang kita unggah lewat Facebook, website, dan sejumlah media sosial (medsos) lainnya. Semua itu membentuk sistem kecerdasan digital berskala global,” ujar Kiai Aziz.
Baca: Tutup Madrasah Jurnalensa, Kiai Aziz Sebut Profesi Jurnalis Bisa Jadi Peluang Dakwah
Menurutnya, keberadaan AI bukan sekadar fenomena teknologi, melainkan penanda penting bahwa ruang digital adalah medan strategis baru dalam menyebarkan dakwah Islam Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah.
Kiai Aziz menegaskan, pergeseran dakwah dari ruang fisik ke digital adalah tantangan sekaligus peluang bagi umat Islam, khususnya kader muda NU. Di sinilah pentingnya memproduksi konten-konten keislaman yang moderat dan inklusif di tengah banjir informasi digital.
“Kalau dulu zaman Rasulullah berjuang lewat jihad fisik, hari ini kita berjuang lewat layar. Tantangannya tidak kalah berat. Justru lebih halus, tapi dampaknya sangat besar,” jelasnya.
Ia menambahkan, setiap tulisan keislaman moderat yang diunggah di medsos sejatinya adalah bentuk perjuangan melawan narasi ekstremisme dan paham-paham menyimpang dari prinsip NU.
“Produktivitas pengetahuan yang bernapaskan Ahlussunnah wal Jamaah, meski hanya di medsos, itu jihad zaman sekarang,” tegasnya.
Dalam kegiatan yang diikuti oleh 20 peserta dari MWC NU, perguruan tinggi, pondok pesantren, dan sekolah, Kiai Aziz juga menyoroti pentingnya menulis dan menyebarluaskan pemikiran Islam ala NU di era digital. Ia menilai literasi digital bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga instrumen budaya dalam menjaga warisan Islam Nusantara.
“Pemikiran NU jangan berhenti di pengajian. Harus ditulis, didokumentasikan, dan dibagikan. Di situlah pentingnya kegiatan seperti Madrasah Jurnalensa ini,” tambahnya.
Kiai Aziz pun mengajak seluruh peserta untuk konsisten menulis dan berani menyuarakan Islam rahmatan lil alamin melalui berbagai platform digital.
“Jangan takut menulis. Itu bagian dari tugas kita sebagai penjaga warisan keilmuan NU. Di sanalah jihad kita hari ini,” ucap Kiai Aziz.
“Misalnya, kelompok dari sebelah banyak menulis hukum ziarah itu haram. Ketika ada yang bertanya ‘apa hukum ziarah’ di AI, maka akan dijawab haram. Di sinilah peran kita untuk jihad mengisi data AI dengan pemahaman NU,” katanya.
Madrasah Jurnalensa merupakan program pelatihan jurnalistik dan literasi digital yang digelar selama sepekan oleh LTN PCNU Kabupaten Cirebon. Peserta dibekali dengan keterampilan menulis berita dan opini, pengelolaan media sosial, etika komunikasi digital, editing video, hingga penulisan naskah film.
Program ini dirancang untuk memperkuat kapasitas kader muda NU dalam menjawab tantangan zaman, sekaligus membangun ekosistem dakwah yang kuat di era digital dan AI.