Ketupat menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri. Bagi masyarakat Indonesia, ketupat merupakan menu makanan wajib di hari raya. Bahkan, ada perayaan tersendiri yang mengirinya, seperti Lebaran Ketupat yang diperingati satu minggu setelah Idul Fitri.
Di beberapa daerah di Jawa Tengah, perayaan Lebatan Ketupat digelar dengan meriah. Ada pasar rakyat dengan beragam permainan selama Lebaran Ketupat berlangsung.
Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi), KH Jadul Maula menjelaskan bahwa ketupat yang berbentuk segi empat dan punya simpul yang sama mempunyai filosofi mendalam. Angka empat dalam ketupat merupakan hal yang istimewa.
Dalam bahasa Jawa, ketupat diistilahkan dengan kupat. Istilah kupat merupakan singkatan atau akronim ngaku lepat.
“Ketupat atau kupat dalam tradisi Islam di Jawa mempunyai makna dan filosofi yang luas. Empat sudut dalam kupat menunjukkan simbol tersendiri,” terang KH Jadul Maula dalam Diskusi Budaya “Ragam Tradisi Syawalan di Nusantara” yang digelar Ngaji Sejarah (Jirah) di Latar Wingking, Jalan Ki Gede Mayaguna, Kaliwadas, Sumber, Cirebon, Jawa Barat pada Rabu (26/4/2023) malam.
Menurutnya, empat sudut yang membentuk ketupat bisa bermakna empat arah mata angin. Yaitu, Utara, Barat, Selatan, dan Timur.
Di samping itu, empat bisa juga sebagai simbol empat madzhab dan khulafaur rosyidin . Empat madzhab meliputi Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sedangkan khulafaur rosyidin meliputi Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Lebih lanjut, Kata Kiai Jadul Maula, empat juga mengandung arti jumlah punakawan dalam kisah pewayangan Jawa, yaitu Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong. Empat juga memiliki arti spiritual, yaitu empat pimpinan malaikat, yaitu Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail.
“Kupat memiliki bentuk persegi empat, simpulnya juga memiliki bentuk yang serupa. Karenanya, empat merupakan angka istimewa dalam ketupat dan mengandung nilai filosofi yang dalam,” ungkapnya.***