NU Cirebon
PEMERINTAH Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan awal Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Keputusan tersebut berdasarkan hasil sidang Isbat yang digelar pada Jumat, 28 Februari 2025.
Sementara beberapa negara tetangga, sepeti Malaysia menetapkan awal puasa pada Ahad, 2 Maret 2025.
Lantas, bagaimana aturan berpuasa bagi seseorang yang bepergian dari Indonesia ke Malaysia setelah keputusan sidang isbat? Jika seseorang terbang dari Tanah Air menuju Negeri Jiran pada malam hari setelah hasil sidang isbat diumumkan dan tiba di Kuala Lumpur sebelum Subuh, negara mana yang harus diikutinya?
Baca: PCNU Kabupaten Cirebon kembali Gelar SKK, bakal Berlanjut setelah Ramadan
Dalam kasus ini, orang tersebut harus mengikuti keputusan Malaysia, karena ia telah berpindah ke wilayah yang belum menetapkan rukyatulhilal. Kewajiban puasa didasarkan pada hasil keputusan pemerintah atau ulil amri di negara tempat seseorang berada, sebagaimana ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Tirmidzi:
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, Idulfitri ditetapkan tatkala mayoritas kalian ber-Idulfitri, dan Iduladha ditetapkan tatkala mayoritas kalian ber-Iduladha.” (HR. Tirmidzi).
Hadis tersebut menunjukkan bahwa puasa dan hari raya mengikuti keputusan mayoritas Muslim di suatu wilayah. Oleh karena itu, meskipun ia telah berada di Indonesia ketika keputusan sidang Isbat diumumkan, tetapi karena ia telah berpindah ke Malaysia sebelum Subuh, maka ia wajib menyesuaikan diri dengan awal puasa di Malaysia.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana jika seseorang yang mengikuti awal Ramadan di Malaysia kemudian kembali ke Indonesia di tengah bulan? Bagaimana ia harus mengikuti hari raya Idulfitri?
Menurut pandangan ulama, seseorang yang kembali ke Indonesia harus ikut berhari raya bersama masyarakat di negara tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Imam Romli dalam Nihayatul Muhtaj:
“(ومن سافر من البلد الآخر) أي الذي لم ير فيه (إلى بلد الرؤية)، (عيد معهم)، حتما؛ لما مر سواء أصام ثمانية وعشرين، بأن كان رمضان ناقصا عندهم أيضا، فوقع عيده معهم في التاسع والعشرين من صومه، أم تسعة وعشرين بأن كان رمضان تاما عندهم (وقضى يوما) إن صام ثمانية وعشرين إذ الشهر لا يكون كذلك، بخلاف ما لو صام تسعة وعشرين، فلا قضاء عليه إذ الشهر يكون كذلك”.
Dari penjelasan ini, ada dua kemungkinan yang harus diperhatikan:
1. Jika Indonesia berpuasa selama 30 hari, maka orang tersebut telah berpuasa selama 29 hari (sesuai perhitungan di Malaysia), sehingga ia tidak perlu mengqada puasa.
2. Jika Indonesia hanya berpuasa 29 hari, maka orang tersebut baru berpuasa selama 28 hari. Karena bulan Hijriyah minimal harus berjumlah 29 hari, ia wajib mengqada satu hari setelah Idulfitri.[]
*Artikel ini merupakan hasil dari program serial Fikih Puasa yang digagas LBM PCNU Kabupaten Cirebon.