NU Cirebon
Dalam QS Al-Anbiya’ ayat 32, Allah berfirman:
وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ
“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan mereka berpaling dari tanda-tanda kekuasaan-Nya.” (QS Al-Anbiya’: 32)
Kata as-samāʾ dalam bahasa Arab merujuk pada sesuatu yang tinggi atau berada di atas, merepresentasikan posisi langit yang menjulang dan menaungi seluruh makhluk. Dalam ayat ini, langit digambarkan sebagai syaqfan mahfūẓan—atap pelindung yang dijaga oleh Allah dari berbagai bahaya dan kerusakan.
Secara ilmiah, langit yang dimaksud dapat diidentifikasi sebagai lapisan atmosfer bumi. Atmosfer memiliki fungsi protektif vital, seperti menahan benda langit (meteorit) agar tidak menghantam permukaan bumi dan menyaring sinar berbahaya dari matahari.
Salah satu lapisan penting adalah stratosfer yang mengandung ozon, berfungsi menyaring sinar ultraviolet. Tanpa lapisan ini, kehidupan tidak akan mungkin berlangsung karena radiasi matahari dapat membakar permukaan bumi.
Selain itu, bumi juga dilindungi oleh Sabuk Van Allen, zona radiasi yang terbentuk dari interaksi medan magnet bumi dengan partikel bermuatan dari angkasa. Sabuk ini melindungi bumi dari badai matahari (solar flares) dan angin matahari yang dapat merusak sistem kelistrikan dan komunikasi jika tidak difilter.
Imam Al-Farrā’ menafsirkan “terpelihara” dalam konteks perlindungan dari gangguan jin atau setan yang mencoba mencuri berita dari langit. Tafsir ini mengaitkan aspek fisik dan metafisik perlindungan langit.
Ayat ini juga berkaitan erat dengan QS Al-Anbiya’ ayat 31, yang menyebutkan fungsi gunung sebagai pasak bumi agar tidak berguncang hebat. Imam Asy-Sya’rawi menambahkan bahwa gunung berperan seperti paku yang mengikat lapisan-lapisan bumi, memberikan stabilitas geologis. Langit dan gunung, masing-masing berperan sebagai sistem penjaga yang Allah tetapkan untuk menjaga kehidupan.
Tafsir Al-Misbah dan Ibnu Katsir menegaskan bahwa langit bukan sekadar atap visual, melainkan sistem kompleks yang menyatukan atmosfer dan benda-benda langit lainnya.
Dalam penjelasannya, Ibnu Katsir mengaitkan ayat ini dengan ayat lain dalam Al-Qur’an, seperti QS Adz-Dzariyat ayat 47 dan QS Asy-Syams ayat 5, yang menyebutkan tentang pembangunan dan perluasan langit. Langit yang terpelihara ini juga dimaksudkan agar tidak runtuh atau menjatuhkan benda-benda yang ada di atasnya ke bumi.
Sedangkan Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa langit dijadikan oleh Allah sebagai atap yang melindungi bumi, serupa dengan atap rumah yang melindungi penghuninya.
Dalam konteks astronomi, cahaya matahari, radiasi, dan partikel angkasa berpotensi menimbulkan kerusakan besar jika tidak ditangkal. Energi ledakan dari bintik matahari bahkan setara dengan seratus triliun bom atom. Namun, sistem magnetosfer dan atmosfer menjaga keseimbangan energi dan kehidupan.
Kubah langit yang tampak saat matahari terbit dan terbenam merupakan ilusi visual, namun secara ilmiah atmosfer tersusun dari lapisan-lapisan berbeda (troposfer, stratosfer, mesosfer, dst.), yang semuanya memiliki peran strategis dalam menjaga bumi.
Medan magnet bumi berasal dari inti bumi yang terdiri dari logam cair dan padat. Gerakan rotasi inti ini menciptakan medan magnet global yang membentuk Sabuk Van Allen. Ini adalah lapisan pelindung tak kasat mata yang bekerja tanpa henti untuk menjaga bumi dari serangan kosmik.
Sayangnya, sebagaimana ditegaskan dalam ayat tersebut, banyak manusia mengabaikan tanda-tanda kebesaran Allah di langit. Padahal, struktur langit—dari atmosfer hingga benda-benda langit—menjadi bukti nyata kekuasaan dan kasih sayang-Nya terhadap makhluk-Nya.
Allah dalam ayat berikutnya (QS Al-Anbiya: 33–34) menegaskan keteraturan sistem siang-malam dan peredaran matahari serta bulan, sebagai manifestasi tatanan ilahiah. Ayat ini juga menyinggung kematian sebagai ketetapan ilahi, bahkan bagi Nabi sekalipun, sebagaimana dijelaskan dalam asbāb al-nuzūl bahwa Rasulullah pernah bertanya siapa yang akan mengurus umatnya setelah beliau wafat. Lalu turunlah ayat yang menegaskan bahwa ajal adalah ketentuan tetap bagi seluruh makhluk.
Ayat ini merupakan ajakan reflektif: mengapa manusia tetap berpaling dari tanda-tanda kebesaran Tuhan, meskipun bukti kekuasaan-Nya terpampang di langit, bumi, dan segala keteraturan di dalamnya?
Langit yang terbentang tanpa tiang, yang menjadi pelindung dari kehancuran, adalah salah satu manifestasi dari ilmu dan hikmah Allah yang luar biasa.