NU Cirebon Online,
Wafatnya ulama sekaliber KH Maimoen Zubair menyisakan duka kesedihan bagi semua kalangan utamanya warga Nahdlatul Ulama (NU) tak terkecuali para pengurus-pengurusnya.
Selain figur tokoh umat islam Mbah Moen merupakan sosok ayah bagi siapa saja, dan dari kalangan mana dan apa saja.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu kiai muda NU dari Kabupaten Rembang KH Zainul Umam atau biasa disapa Gus Umam, adik dari KH Ahmad Bahauddin Nursalim Al-Hafidz atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha’ yang merupakan salah satu tokoh muda bertalenta pengasuh pondok Pesantren Tahfidz dari Desa Naruan Kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah.
Keduanya merupakan putra dari seorang ulama’ ahli Al-Qur’an, yakni KH Nursalim Al-Hafidz.
Gus Umam sendiri terbilang santri yang sangat dekat dengan Mbah Moen. Hampir setiap acara yang dihadiri Mustasyar PBNU itu, Gus Umam tepat berada di sampingnya.
Bahkan terakhir kali ia Derek ke Mbah Moen untuk menghadiri acara HUT Bhayangkara ke-73 di silang Monas Jakarta. Dan bertemu dengan beberapa tokoh bangsa seperti Panglima TNI dan beberapa tokoh penting yang ada disana.
“Saya derek ke beliau terakhir itu sebelum berangkat haji kemarin pas hari Bhayangkara di Jakarta dua hari. Kebetulan saya yang mendampingi beliau pas ketemu Panglima TNI, terus tokoh-tokoh bangsa yang lain di Monas itu,” kata Gus Umam.
Menurut Gus Umam, KH Maimoen Zubair merupakan sosok bapak bagi bangsa. Karena, almarhum suka mengajarkan kebaikan kepada siapapun, dan tidak membeda-bedakan. Bagi siapa saja yang bertamu pasti akan di terima dengan baik.
“Bagi siapa saja, Mbah Moen mrupakan sosok yang tidak pelit berbagi. Tanpa diminta dengan senang hati akan memberikan wejangan kebaikan serta nasehat kepada siapa saja yang datang, terutama tentang pentingnya cinta NRI,” ujarnya.
Dikataan, salah satu pesan yang sering disampaikan kepada semua adalah harus bisa bersosialisasi dengan baik kepada sesama.
“Tokoh kita semua, beliau selalu mengajarkan kebaikan pada siapapun beliau tidak membedakan siapapun yang bertamu pada beliau akan diterima,” tuturnya.
Dijelaskan, Mbah Moen senang memberikan nasehat kepada semua, khususnya dirinya yang sering ikut ke beliau (mengantar kala bepergian) untuk melakukan kebaikan kepada masyarakat.
“Salah satu contohnya adalah interaksi dengan siapapun harus bisa bersosialisasi dengan baik,” kata Gus Umam.
Sejak dulu, lanjutnya, sampai sesaat sebelum berangkat ke tanah suci untuk menunaikan rukun islam yang kelima, Mbah Moen masih sering ngaji kitab Ihya Ulumuddin. Kitab tersebut konon yang sering dibaca semenjak pondok pesantren berdiri sampai sesaat sebelum berangkat berhaji.
“Kitab ini dibaca setiap selesai shalat subuh sampai dengan pukul 08.00 WIB. Kalau pagi itu setiap habis subuh selalu ngaji kitab Ihya Ulumuddin itu rutin setiap pagi setelah shalat subuh sampai pukul 08.00 WIB,” jelasnya.
“Sejak dulu sampai kemarin sebelum tindak haji. Karena di dalam kitab tersebut terkandung intisari cinta tanah air, patuh dengan pemerintah, cinta tanah air, dan menjunjung tinggi 4 pilar kebangsaan, yang kayak yang sering disampaikan pas acara NU,” tambahnya.
KH Maimoen Zubair berangkat berhaji dari Rembang pada Hari Jumat tanggal 26 Juli 2019. Namun pada hari Sabtunya beliau berhenti sejenak di Jakarta untuk bertemu Megawati Soekarno Putri. Baru pada hari Ahad berangkat menuju ke Makkah. Pada tanggal 30 Juli 2019 KH Maimoen Zubair sampai ke tanah suci. (Ahmad Asmui/Muiz)
Sumber: www.nu.or.id