Oleh: Ayub Al Ansori *)
Jam’iyah Diniyyah Ijtima’iyyah (Organisasi Sosial Keagamaan) Nahdlatul Ulama merupakan sebuah organisasi massa yang dibentuk oleh para kiai pemimpin pesantren tradisional. Nahdlatul Ulama (berikutnya disingkat NU) didirikan di Surabaya pada 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan 31 Januari 1926 M (Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama. Th. 1926. Fatsal 1. Hlm. 2).
Nahdlatul Ulama memiliki arti “kebangkitan para ulama”. Organisasi ini dibentuk oleh sekumpulan ulama yang terdiri dari KH. Hasyim Asy‟ari, KH. Bisri Syansuri dari Denayar Jombang, KH. Asnawi dari Kudus, KH. Nawawi dari Pasuruan, KH. Ridwan dari Semarang, KH. Maksum dari Lasem, KH. Nahrawi dari Malang, H. Doro Muntaha dari Bangkalan Madura, KH. Abdul Hamid Faqih dari Gresik, KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi, KH. Abdullah Ubaid dari Surabaya, Syaikh Ahmad Ghonaim dari Mesir, dan KH. Abdul Chalim dari Leuwimunding (Zuhri, 1979: 609; Anam, 2010: 389).
Tujuan dibentuknya NU adalah untuk mengemban dan memegang teguh ajaran salah satu dari empat mazhab demi kemaslahatan agama Islam (Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama Fatsal 2, Th. 1926: 2).
NU adalah organisasi keagamaan yang masih eksis sampai sekarang. Wadah aspirasi masyarakat Islam tradisional ini memiliki jaringan yang sangat luas dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, baik jamiah maupun jamaahnya, NU diyakini sebagai organisasi terbesar di Indonesia. Menurut Hasanuddin Ali, Direktur Alvara Research Center jumlah kaum Nahdliyin diperkirakan mencapai lebih dari 79,04 juta orang dari beragam profesi. Sementara itu pihak PBNU sendiri memperkirakan jumlah anggota berikut simpatisannya, adalah mencapai 90 juta orang (Hasanuddin Ali, 2017).
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon merupakan salah satu jaringan NU di tingkat Kabupaten. Penulis merasa perlu mencoba menggali catatan penting tentang NU Kabupaten Cirebon dari masa ke masa.
Rois Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon dari masa ke masa:
- KH. Mustamid Abbas (1960-1968)
- KH. Ali Kamali (1968-1973)
- KH. Masduki Ali (1983-1988)
- KH. Romli Cholil (1988-1992)
- KH. Ibnu Ubaidillah Syathori (1992-1996)
- KH. Syarif Utsman Bin Yahya (1996-2001)
- KH. Mustofa Aqil Siraj (1999-2001)
- KH. Aqshol Amri Yusuf (2001-2006)
- KH. Hasanuddin Kriyani (2006-2011)
- KH. Moh. Usamah Manshur (2012-2017)
- KH. Wawan Arwani Amin, MA (2017-2022)
Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon dari masa ke masa:
- KH. Mustamid Abbas (1956-1960)
- KH. Hasan Rahmat (1960-1968)
- KH. Hisyam Mansyur (1968-1971)
- KH. MA Fuad Hasyim (1971-1973)
- KH. Romli Cholil (1983-1988)
- KH. Moh. Syafi’i Sholehuddin (1988-1996)
- KH. Moh. Burhanuddin Hafidz (1996-2001)
- KH. Ibrahim Rozi (1997-2001)
- KH. Muntakhobul Fuad (2001-2006)
- KH. Ali Murtadlo, MA (2006-2017)
- KH. Aziz Hakim Syaerozie, S.Fil (2017-2022)
NU Cirebon sebelum masa Kemerdekaan
Pada 19 Juni 1932 di Ciledug Kabupaten Cirebon, NU terlibat perdebatan dengan para kiai modernis dari Persatuan Islam (Persis) tentang talqin, tahlil dan sidkah bagi orang yang sudah meninggal. Perdebatan ini merupakan perdebatan secara terbuka pertama bagi masing-masing pihak. Debat yang dimulai bada zuhur ini dihadiri oleh ribuan umat Islam Indonesia dan ratusan orang Arab (Nina Herlina, 2017: 313).
Majalah Tjahja Islam tahun 1932 memberitakan bahwa acara perdebatan ini diberi nama “Openbare Debat Vergadering Kiai Nahdlatoel Oelama Tjirebon Contra Kiai Modern”. Dari pihak NU yang maju ke arena adalah KH. Abdul Khair, pengurus NU cabang Cirebon. Sedangkan dari kubu kiai modern diwakili KH. Muhammad Anwar Sanusi dari Majlis Ahli Sunnah Cilame (MASC). Acara perdebatan dilakukan dengan pendekatan formal. Ketua perdebatan yang memimpin acara adalah H. Agus Salim dari Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), yang dibantu dibantu oleh H. Alimoen, ketua PSII cabang Cirebon sebagai notulen. Sebelum acara dimulai, ketua sidang meminta supaya kedua belah pihak mengangkat Commisie Verslag yang akan mencatat setiap dalil dan hujjah peserta debat. Permintaan ini dipenuhi, NU mengangkat Mas Sastramihardja seorang Mantri Guru Ciledug yang menjadi anggota NU cabang Cirebon. Sementara dari pihak kiai modern diangkat Ahmad Hasan (pimpinan pusat Persis) yang dibantu oleh Soekantawidjaya dari MASC sebagai Commisie Verslag (Nina Herlina, 2017: 313).
Masalah yang sama kembali diperdebatkan oleh NU dan Persis pada 31 Mei 1936 di Gebang. Pihak NU Cirebon dimotori oleh KH. Masduqi, H. Abdul Khair dan Awad Basit, sementara pihak modernis dari Persis dan Al-Irsyad diketuai oleh A. Hasan dan didampingi oleh pengurus Al-Irsyad cabang Cirebon, yaitu H. Moehsin dan H. Aliman. Perdebatan berlangsung dari jam 09.00 pagi sampai sore hari. Selain para tokoh yang akan berdebat, hadir pula para pendukungnya. Tidak ketinggalan hadir pada kesempatan itu petugas keamanan, pejabat agama serta pejabat administrasi setempat (Anam, 2010: 48).
Perdebatan tersebut berlangsung sengit tidak hanya di Cirebon tetapi di seluruh daerah di Indonesia. Sebagai seorang ulama, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari menyadari bahwa betapapun besarnya kepentingan kelompoknya (dalam hal ini NU), apabila persoalannya sudah menyangkut agama Islam, maka segala kepentingan kelompok itu harus segera ditinggalkan. Kelompok-kelompok yang ada bahkan seharusnya dapat menjadi wasilah terwujudnya integrasi seluruh umat Islam. Amanat KH. Hasyim Asy’ari tersebut kemudian disebarluaskan oleh cabang-cabang NU yang sudah terbentuk di seluruh Hindia Belanda. Para pengurus cabang NU dituntut untuk menyampaikannya dalam setiap acara yang dilaksanakan. Misalnya, amanat dari Rois Akbar HBNO itu disampaikan oleh KH. Abdul Chalim pada bulan September 1936, dalam acara rapat pengurus Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) Cabang Cirebon. KH. Abdul Chalim sebagai salah seorang sesepuh NU menyampaikan kepada para pemuda yang hadir agar segera meninggalkan sikap ta’ashub, saling mencela dan sikap berpecah belah sebagaimana instruksi dari KH. Hasyim Asy’ari pada Kongres NU bulan Juni di Banjarmasin (Al Mawa’idz No. 38: 23 September 1936: 571 dalam Nina Herlina, 2017: 321).
NU Cirebon saat NU Menjadi Partai Politik
Berdasarkan wawancara dengan KH. Ibrahim Rozi, ketika NU dipimpin oleh KH. Mustamid Abbas sebagai Rois Syuriyah, KH. Aqil Siraj sebagai Katib Syuriyah, dan KH. Hasan Rahmat sebagai Ketua Tanfidziyah tahun 1965 ikut terlibat melawan gerakan PKI. Di mana sebelumnya KH. Mustamid Abbas merupakan Ketua Tanfidziyah NU Cirebon tahun 1956-1960 (Lembaga Pemilihan Umum, 1977: 568).
Sebuah peristiwa terjadi pada tahun 1971 ketika NU Cirebon dinahkodai oleh KH. Ali Kamali sebagai Rois Syuriyah dan KH. Hisyam Mansyur sebagai Ketua Tanfidziyah. KH. Hisyam Mansyur mengundurkan diri dari jabatan Ketua NU setelah ditekan oleh Orde Baru melalui Kodim Cirebon dengan cara Kiai Hisyam ditodong senjata oleh oknum Kodim dengan alasan sebagai pegawai pemerintahan KH. Hisyam harus menjadi anggota Golkar, sementara NU saat itu sedang menjadi Partai politik. Atas peristiwa tersebut PCNU Kabupaten Cirebon mengadakan musyawarah pada tanggal 5 Juni 1971 di Kalitengah Kecamatan Tengahtani. Musyawarah tersebut memutuskan KH. MA Fuad Hasyim menggantikan KH. Hisyam sebagai Ketua Tanfidziyah NU (wawancara dengan KH. Ibrahim Rozi).
Dalam ingatan KH. Ibrahim Rozi, antara tahun 1973-1983 kepengurusan NU Cirebon mengalami kevakuman setelah adanya tekanan dari Orde Baru disamping partai NU fusi dengan partai Islam lainnya menjadi PPP.
NU Cirebon saat NU Khittoh hingga Hari ini
Pada tahun 1982 ada gerakan Safari Khittoh 1926 yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid. Salah satu Cabang NU yang merespon gerakan tersebut adalah NU Cirebon yang kemudian menggelar Konferensi Cabang (Konfercab) NU di Islamic Center tahun 1983 setahun sebelum Muktamar NU di Situbondo yang menghasilkan keputusan NU kembali menjadi organisasi masyarakat dan keagamaan. Konfercab NU Cirebon tersebut memutuskan KH. Masduki Ali sebagai Rois Syuriyah dan KH. Romli Cholil sebagai Ketua Tanfidziyah. Dari peristiwa inilah NU Cirebon kembali aktif (wawancara dengan KH. Ibrahim Rozi).
Berdasarkan catatan KH. Nukbatul Mankhub berikut peristiwa Konfercab NU di Cirebon lainnya setelah NU khittoh:
- Konfercab NU Cirebon di Bode Lor – Plumbon tahun 1988 memutuskan Rois Syuriyah KH. Romli Cholil dan Ketua Tanfidziyah KH. Moh. Syafi’i Sholehuddin,
- Konfercab NU Cirebon di Tegalgubug – Arjawinangun tahun 1992 memutuskan Rois Syuriyah KH. Ibnu Ubaidillah Syathori dan Ketua Tanfidziyah KH. Moh. Syafi’i Sholehuddin,
- Konfercab NU Cirebon di Mertapada – Astanajapura tahun 1996 memutuskan Rois Syuriyah KH. Syarif Utsman Bin Yahya dan Ketua Tanfidziyah KH. Moh. Burhanuddin Hafidz,
- Konfercab NU Cirebon di Pondok Pesantren Annashuha Kalimukti – Pabedilan tahun 2001 memutuskan Rois Syuriyah KH. Aqshol Amri Yusuf dan Ketua Tanfidziyah KH. Muntakhobul Fuad,
- Konfercab NU Cirebon di Yayasan Mafatihul Huda Depok tahun 2006 memutuskan Rois Syuriyah KH. Hasanuddin Kriyani dan Ketua Tanfidziyah KH. Ali Murtadlo,
- Konfercab NU Cirebon di NU Center – Sumber tahun 2012 memutuskan Rois Syuriyah KH. Moh. Usamah Manshur dan Ketua Tanfidziyah KH. Ali Murtadlo,
- Konfercab NU Cirebon di Pondok Pesantren Ulumuddin Susukan tahun 2017 memutuskan Rois Syuriyah KH. Wawan Arwani Amin dan Ketua Tanfidziyah KH. Aziz Hakim Syaerozi.
Pada tahun 1997 KH. Burhanuddin Hafidz selaku Ketua Tanfidziyah NU meninggal sehingga posisi Ketua digantikan oleh KH. Ibrahim Rozi hingga tahun 2001. Selain itu pada tahun 1999 KH. Syarif Utsman bib Yahya menjadi anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sehingga posisi Rois Syuriyah digantikan oleh KH. Mustofa Aqil Siradj (Wawancara dengan KH. Nukbatul Mankhub)
Di bawah kepemimpinan KH. Wawan Arwani Amin sebagai Rois Syuriyah dan KH. Aziz Hakim Syaerozi sebagai Ketua Tanfidziyah, PCNU Kabupaten Cirebon 2017-2022 mengejawantahkan program kerjanya dalam tiga agenda besar yakni Dakwah Pemberdayaan, Dakwah Ideologis, dan Dakwah Kemandirian (Dokumen Profile PCNU Kabupaten Cirebon 2017-2022).
Menurut KH. Aziz Hakim Syaerozi, dakwah pemberdayaan dilakukan melalui program-program konkrit, substantif, dan bersentuhan langsung dengan nahdliyin khususnya dan masyarakat Kabupaten Cirebon pada umumnya.
Program Dakwah Pemberdayaan antara lain dilakukan Lembaga Amil Zakat Infak dan Sodakoh Nahdlatul Ulama (Lazisnu) melalui penghimpunan infak sodakoh filantropi dan Koin NU yang hasilnya selain untuk membantu warga kurang mampu juga memberikan bantuan modal kepada para pedagang kecil melalui program wirausaha binaan nahdlatul ulama (Wirabina NU). Selain itu, Lazisnu juga mebuat skema infak dan sodakoh melalui NU Case yang terintegrasi dengan Kartu Tanda Anggota NU (KartaNU).
Dengan menggandeng lembaga perbankan, Lembaga Perekonomian NU memiliki program Nahdlatul Ulama Akses Kredit Usaha Rakyat (NU Akur) yang memfasilitasi kredit mikro bagi warga NU. LPNU juga bekerjasama dengan sejumlah distributor ternama untuk menggelar Operasi Pasar Murah NU (OPM NU) yang digelar dalam berbagai momen, mulai dari hari-hari besar keagamaan, bulan ramadhan, hingga berbagai acara lain yang diselenggarakan keluarga besar NU. LPNU juga mengembangkan Koperasi NU Artha Berkah dan NU Jek, sebuah flatporm ojek online di Cirebon.
Lembaga Kemasalahatan Keluarga NU (LKKNU) memiliki program pembekalan keterampilan bernilai ekonomi untuk menopang kesejahteraan keluarga, konseling rumah tangga baru, dan keluarga yang terancam perceraian melalui Kelas Parenting.
Sedangkan Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH NU) melakukan pendampingan hukum terhadap warga kurang mampu dan penyuluhan hukum di pesantren, lembaga pendidikan, dan komunitas masyarakat. Warga NU dapat berkonsultasi dengan mendatangi kantor LPBH NU di Ruko Taman Sumber-Talun.
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU) memiliki program penguatan keterampilan, bakat, dan potensi generasi muda dengan mendirikan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP). Juga mengadakan Sekolah Cinta Perdamaian (SETAMAN) yang bekerjasama dengan Fahmina Institute dan IPNU-IPPNU ke Sekolah-sekolah.
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI NU) memiliki relawan siaga bencana yang selalu siaga untuk melakukan penanggulangan bencana bersama elemen lainnya. Lembaga ini juga melakukan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan daur ulang sampah menjadi produk bernilai ekonomi, juga membantu warga yang kekurangan air bersih saat musim kemarau di Kabupaten Cirebon.
Sementara Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LPPNU) memproduksi garam eN-U. Sebuah garam dalam kemasan yang sudah beredar di Kabupaten Cirebon dan sekitarnya. Selain itu, LPPNU juga mengembangkan produk pupuk organik cair.
Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI NU) bekerjasama dengan lembaga kursus dan pelatihan memiliki program beasiswa kuliah sambil kerja di Taiwan. Pada tahap pertama RMI NU berhasil menerbangkan 50 calon mahasiswa. Selain itu ada Beasiswa MANTAB yaitu Mesantren Tanpa Biaya bagi warga yang tidak mampu agar mendapat pendidikan.
Menumbuhkan kesedaran kesehatan masyarakat juga menjadi area concern Lembaga Kesehatan NU (LKNU) dengan menggandeng Kementerian Kesehatan RI membentuk tim sub recipient untuk mengawal program penanggulangan tuberkulosis di Kabupaten Cirebon. Selain itu, LKNU juga membuka Klinik Pratama NU.
Tidak kalah kreatif Lembaga Falakiyah NU (LFNU) memiliki program Pelatihan Kalibrasi Arah Kiblat dengan keliling sekolah dan kecamatan. Pengukuran arah kiblat juga dilakukan di Masjid dan Mushola, serta membuat kalender dengan ketentuan waktu sholat berbasis kecamatan.
Minimya aset berupa kantor sekretariat di kecamatan-kecamatan, Lembaga Wakaf NU (LWP NU) mengambil peran konsentrasi pendataan dan penggalangan wakaf tunai untuk aset kantor Majelis Wakil Cabang di tingkat kecamatan.
Di tengah-tengah suburnya Lembaga Perguruan Tinggi, Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPT NU) justru menggagas program distribusi beasiswa dengan menggandeng sejumlah perguruan tinggi di Cirebon. Konkretnya setiap tahun LPTNU menguliahkan warga NU yang kurang mampu, tidak kurang sekitar 30 orang.
Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi NU) merealisasikan fungsi pemberdayaan diantaranya melakukan konsolidasi gerakan kebudayaan, menghidupkan seni budaya khas Cirebon dan Indonesia serta membangun wacana untuk memaknai kearifan lokal dan budaya Islam Nusantara melalui Njujug Tajug dan diskusi rutin di tiap kecamatan.
Muara publikasi dari semua program PCNU Kabupaten Cirebon itu dikelola secara concern oleh Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN NU) melalui pengelolaan website, facebook, twitter, instagram dan media sosial lainnya. Selain itu LTN NU juga melakukan Pelatihan-pelatihan melalui Kelas Menulis.
Untuk Dakwah Ideologis direalisasikan melalui kaderisasi struktural dan kultural melalui majelis taklim, pengajian, pelatihan, labeling serta penguatan seluruh elemen serta aset sumber daya manusia dan sumber daya NU lainnya seperti pesantren dan lembaga pendidikan. Peran dakwah ini diprakarsai oleh antara lain Lembaga Pengembangan dan Kajian Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU) melalui Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) yang sudah mencapai 15 angkatan.
Lembaga Dakwah NU (LDNU) juga terlibat dalam dakwah ini melalui program pelatihan da’i NU, pengembangan Majelis Taklim dan Majelis Dzikir. Juga pengajian rutin di rutan dan lapas, serta pembuatan buku khutbah untuk didistribusikan kepada para khotib NU.
Lembaga Takmir Masjid NU (LTM NU) juga melakukan penguatan ideologi bagi para pengelola masjid, melalui pelatihan muharrik masjid secara berkala, pengecatan tajug, serta pemasangan logo NU di Masjid dan Mushola yang dikelola Nahdliyin. Serta program rutin setiap Jumat yaitu Bersih-Bersih Masjid (BBM).
Lembaga Bahtsul Masail NU (LBM NU) merealisasikan program ideologisasi lewat bahtsul masail rutin, baik yang dilakukan para kiai, ustadz, maupun para santri sebagai bentuk kaderisasi. LBM NU juga membuka rubrik konsultasi masalah fikih di media massa dengan nama rubrik DILAN (Diskusi Ilmiah Keislaman).
Sedangkan Dakwah Kemandirian dilakukan dengan cara membangun fondasi ekonomi, baik organisasi maupun basis perekonomian nahdliyin. Untuk mewujudkan itu, PCNU Kabupaten Cirebon membuat dua skema strategis penguatan ekonomi. Pertama melalui lembaga. Kedua melalui badan khusus.
Melalui lembaga, PCNU Kabupaten Cirebon menggerakkan LPNU untuk mendirikan Koperasi dan Bmt NU di sejumlah titik di Kabupaten Cirebon. Lembaga ini juga melalukan pengembangan toko tradisional milik pesantren dan warga NU menjadi toko modern dengan branding NU Mart. LKNU mengembangkan usaha melalui klinik pratama untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. LTM NU memiliki program NU Clean dan BBM dengan produk service kebersihan berkonsep bersih dan suci. Sasarannya yaitu lembaga pendidikan, perkantoran dan industri. Dengan NU Clean, LTM NU mampu menguatkan silaturahim ke masjid-masjid dalam rangka Bersih-Bersih Masjid. LPPNU memproduksi garam eN-U dan Pupuk Organik Cair (POC) yang sudah beredar di masyarakat. Sementara LPBH NU juga bekerja profesional membuka jasa pendampingan hukum dan konsultan tetap di perusahaan-perusahaan.
Sedangkan penguatan ekonomi melalui Badan Khusus, PCNU Kabupaten Cirebon telah mendirikan sejumlah perseroan comenditer (CV) dan perseoran terbatas (PT) secara terbuka. Semua itu disiapkan dalam menghadapi kompetisi profesional di dunia penggalian dana.
Di atas lahan seluas 2.000 meter persegi, PCNU Kabupaten Cirebon memiliki kantor yang terintegrasi dengan sejumlah ruang pertemuan, gedung serbaguna NU Center, Masjid, dan kantor sejumlah lembaga.
Dengan sumber daya yang dimiliki tersebut, NU Kabupaten Cirebon berpeluang menjadi organisasi besar yang mandiri dalam membangun kemaslahatan masyarakat dan dakwah Islam rahmatan li al ‘alamin.
Referensi
Ali, Hasanuddin. 2017. Artikel. Menakar Jumlah Jamaah NU dan Muhammadiyah. Dalam https://hasanuddinali.com/2017/01/19/menakar-jumlah-jamaah-nu-dan-muhammadiyah/. Diakses pada 12 Januari 2020.
Anam, Choirul. 2010. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surabaya: PT. Duta Aksara Mulia.
Dokumen Profile PCNU Kabupaten Cirebon masa khidmat 2017-2022.
Hasil wawancara dengan KH. Ibrahim Rozi, tanggal 9 Desember 2019.
Hasil wawancara dengan KH. Nukbatul Mankhub (Sekretaris PCNU 1988-1996), tanggal 7 Desember 2019.
HBNO. 1926. Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama Fatsal 1926. Soerabaja.
Lembaga Pemilihan Umum. 1977. Riwayat Anggota DPR RI. Jakarta.
Lubis, Nina Herlina, dkk. 2015. “Pergulatan Pemikiran Kiai Nahdlatul Ulama dengan Kaum Modernis Islam di Jawa Barat (1930-1937)” Jurnal Patanjala Vol.9 No. 2 Juni 2017. Jakarta: Kemdikbud RI.
Zuhri, Saifuddin. 1979. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: PT Ma‟arif.
*) Adalah Sekretaris Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN)/Infokom PCNU Kabupaten Cirebon 2017-2022