NU Cirebon Online,
Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Cirebon menggalar Seminar memperingati Hari Santri Nasional 2020, Senin (19/10/2020). Seminar ini bertujuan untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme para kader melalui perenungan dan pemahaman sejarah kepahlawanan santri dari kaca Bagus Rangin atau akrab disapa Ki Bagus Rangin.
Seminar ini mengangkat tema “Sejarah Antara Hari Santri dan Perang Santri : Mengenang Kepahlawanan Ki Bagus Rangin”. Khususnya historis terbentuknya Hari Santri, dan perjuangan-perjuangan yang dilakukan Ki Bagus Rangin.
Seminar ini menghadirkan salah satu Sejarawan dari Cirebon, yakni Nyai Dr Eva Arofah M.Hum. Beliau diketahui begitu memahami bagaimana kontribusi kalangan santri untuk bangsa dan negara. Beliau juga begitu mengenal pribadi, terutama perjuangan-perjuangan Ki Bagus yang tanpa kompromi melawan penjajah.
*Mengenal Santri dan Hari Santri*
Dalam seminar tersebut, dijelaskan, bahwa Hari Hantri Nasional disahkan oleh presiden republik Indonesia, Joko Widodo ini sudah memasuki tahun keenam. Penetapan Hari Santri Nasional ini, kata Bu Nyai Eva, sebagai bentuk penghargaan pemerintah teehadap kalangan santri, karena santri memiliki andil besar dalam proses perjuangan kemerdekaan republik Indonesia.
“Pengesahan Hari Santri Nasional ini membuktikan bahwa ada kelompok ikatan sosial, yakni kalangan santri yang memiliki kekuatan besar yang diperuntukkan negeri ini”, katanya.
Istilah kata santri sendiri dalam perjalanannya sudah sangat lama dikenal. Menurut Bu Nyai Eva, salah satu tokoh mengklasifikasikan santri menjadi tiga macam.
Pertama adalah santri dagang. Disebut santri dagang karena berkaitan dengan sejarah masuknya agama islam di Indonesia. “Para Da’i atau pembawa ajaran agama islam itu sebetulnya adalah pedagang yang sebagian besar berasal dari Timur Tengah”, katanya.
Kedua ialah santri kelana. Santri kelana adalah mereka yang pergi berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menimba ilmu agama islam. Disebut santri kelana juga, adalah mereka yang ‘babad alas’ memperkenalkan ajaran islam dari satu tempat ke tempat yang lain.
Ketiga adalah santri putihan. Ciri dari jenis santri ini adalah mereka yang tidak sedang belajar di pesantren, namun memiliki ketakwaan dan kesalehan yang tinggi sebagaimana sifat asli seorang santri.
*Ki Bagus Rangin dan Keterlibatannya dalam Perang Santri*
Menurut Nyai Eva, sejarah mencatat, bahwa sebelum perang Diponegoro meletus telah terjadi pemberontakan besar-besaran yang dilakukan oleh kalangan santri Cirebon. Pemberontakan tersebut dikenal masyarakat sebagai ‘Perang Santri atau Perang Kedongdong’. Perang itu terjadi pada tahun 1805 sampai dengan 1818 Masehi. Tokoh pejuangnya adalah Ki Bagus Rangin.
Nyai Eva menerangkan, bahwa Ki Bagus Rangin adalah pejuang santri kelana. Beliau berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk melakukan pemberontakan terhadap Belanda yang menyengsarakan rakyatnya. Pergerakan Ki Bagus Rangin pun meluas dari Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu, sampai Subang dan Sumedang.
“Bagi saya, Ki Bagus rangin merupakan sosok yang diibaratkan sebagai Robinhood. Sebab beliau adalah sosok yang murni melawan kolonial untuk kepentingan rakyat, bukan utuk kepentingan sendirinya. Bahkan ketika pulang dari perang melawan kolonial, beliau membawa kembali barang milik rakyat yang sebelumnya dirampas oleh Belanda” , lanjutnya.
Perjuangan Ki Bagus Rangin dari satu tempat ke tempat yang lain itu dilatarbelakangi karena kemarahan pihak kolonial belanda terhadap beliau yang telah berhasil menggerakkan rakyat untuk melakukan peperangan. Sehingga, pihak kolonial tiada henti mencari keberadannya. tujuannya untuk dilenyapkan.
Namun, karena kecerdasan Ki Bagus Rangin, usaha pelacakan kolonial terhadapnya pun selalu mengalami kegagalan.
“Kala itu hutan msih luas. Ki Bagus Rangin lari dari sana ke sini sampai kemudian melakukan penyamaran terhadap dirinya termasuk pada silsilahnya. Itu supaya keberadaan beliau tidak ketahuan oleh pihak penjajah”, ungkapnya.
Seminar yang diadakan di Gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) ini juga menghadirkan pemantik Ketua Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Kecamatan Kedawung, Kiai Abdul Mu’iz Syaerozie, STh. M.H.I. Di jajaran lembaga PCNU Kabupeten Cirebon, beliau menjabat sebagai ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU).
Menurut Kiai Muiz, Ki Bagus Rangin adalah sosok pejuang yang memiliki kecerdasan dan keberanian yang sangat tinggi. Hal itu dapat dilihat dari salah satu doktrinnya yang sangat terkenal, yang berbunyi ‘Sekien isun wani, besuk isun wani, kapan bae isun wani’.
Doktrin itulah yang diberikan kepada para santri guna menumbuhkan semangat patriotisme. Sehingga, para santri dan rakyat lainnya memiliki keberanian untuk turun ke lapangan melawan para penjajah.
Doktrin itu juga, sampai saat ini masih dipegang tahun oleh para santri, terutama di wilayah Cirebon dan sekitarnya.
“Dalam konteks sejarah Babakan Ciwaringin, doktrin Ki Bagus Rangin ini pernah didengungkan untuk menolak pembangunan Jalan Tol yang akan menggusur kebaradaan pesantren Babakan Ciwaringin”, pungkasnya.
Kontributor: Abdul Muiz