NU Cirebon
Cirebon: Kepengurusan Nahdlatul Ulama (NU) di tingkat apapun harus memahami 2 aspek organisasi yang menjadi pedoman pada setiap melaksanakannya, yakni Fikrah dan Harakah.
Demikian disampaikan Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, KH Wawan Arwani Amin dalam kegiatan Silaturahmi dan Kunjungan Kerja (SKN) PCNU zona timur 4 di kantor sekretariat Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Sedong. Ahad, 20 Agustus 2023.
Kiai Wawan menjelaskan, fikrah atau pemikiran nahdliyah dibangun berdasarkan tawassutihiyah atau moderat.
“Moderat artinya tidak ekstrem atau liberal. Bagi orang NU, Islam itu moderat,” tegas Kiai Wawan.
“Contohnya, dalam Al-Qur’an tidak hanya melulu membahas soal salat atau ibadah saja, tetapi juga ada perintah untuk mencari rizki, itu contoh pertengahan,” jelasnya.
Menurutnya, orang NU tidak berpikir literalis atau hanya menggunakan akal, tapi perpaduan antara keduanya. “Pemikiran seperti ini harus dijaga, jika tidak, bahaya bagi generasi penerus,” ucap Kiai Wawan.
“Islam moderat sering dianggap proyek pendangkalan Islam. Ia kerap dibandingkan dengan Islam kaffah. Misalnya membandingkan Al-Qur’an dengan Pancasila,” imbuhnya.
Pemikiran lainnya, yakni Fikrah Tathowwuroyah yang memiliki arti pemikiran yang tidak jumud. Ia selalu berpikir berkembang.
“Artinya NU tidak jalan di tempat, ia harus menjawab tantangan zaman,” tegasnya.
Ia berpesan, generasi penerus jangan dibiarkan bebas dalam berpikir. Jangan pula malah enggan untuk berpikir.
Aspek berikutnya, lanjut Kiai Wawan, yakni harakah atau gerakan. Pada dasarnya harakah NU ini terbagi menjadi 2 macam, yakni Himayah (menjaga), dan Ishlahiyyah (perbaikan).
“NU harus menjaga ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah yang mengedepankan sikap-sikap toleran, moderat, dan adil,” katanya.
Kemudian, kata Kiai Wawan, NU selalu berupaya membawa perbaikan. Artinya harus mempertimbangkan kebaikan yang lebih ketimbang sebelumnya.