MASYARAKAT Muslim pada umumnya mengikuti jadwal imsakiyah sesuai daerahnya masing-masing dalam menentukan buka puasa.
Namun kondisi membingungkan akan dirasakan sebagian umat Muslim yang berada di lokasi perbatasan, misalnya di wilayah Losari, Kabupaten Cirebon yang berdekatan dengan Kabupaten Brebes.
Melalui kajian yang bertajuk Fikih Puasa, tim Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon mencoba memberikan penjelasan.
Menurutnya, penduduk desa di Kabupaten Cirebon yang kebetulan berbatasan dengan Kabupaten Brebes dan menemukan perbedaan selisih waktu buka puasa antara keduanya, maka dia boleh mengikuti waktu buka Kabupaten Brebes yang lebih awal beberapa menit.
Baca Juga: Apakah Ngupil Bisa Membatalkan Puasa? Begini Penjelasan LBM
Kesimpulan tersebut karena keduanya dinilai memiliki kesamaan mathla’. Meski demikian, hal itu boleh dilakukan dengan syarat dia yakin bahwa jadwal buka tersebut telah dibuat oleh lembaga yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya Lembaga Falakiyah atau Kementerian Agama setempat.
Namun jika dia masih ragu, maka haram hukumnya dia ikut berbuka dan harus berhati-hati dengan bersabar menunggu waktu buka di Kabupaten Cirebon agar lebih yakin.
Imam Zainuddin Almalibariy dalam Fathul Mu’in menjelaskan:
يَجُوزُ لِلصَّائِمِ الإفطَارُ بِخَبَرِ عَدْلٍ بِالغُروبِ، وَكَذا بِسماعِ أذَانِهِ. وَيَحْرُمُ لِلشّاكِّ الأكُْل آخِرَ النَّهارِ حتَّى يَجْتهِدَ وَيظُنَّ اِنْقِضَاءَهُ. وَمعَ ذلك ؛ الأحْوَطُ الصًّبْرُ لِلْيَقِينِ.
“Boleh bagi orang yang berpuasa berbuka dengan berita dari orang yang adil tentang terbenamnya matahari. Dan haram -berbuka- bagi orang yang ragu atas terbenamnya matahari sampai dia berijtihad dan menduga berakhirnya siang. Namun begitu, yang paling hati-hati adalah -agar ia- bersabar supaya yakin.”
Penjelasan Fathul Mu’in di atas senada dengan penjelasan yang disampaikan Imam Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitab Tuhfah: bahwasanya kesunahan mempercepat buka puasa berlaku jika sudah yakin ghurub (terbenam matahari). Jika hanya menduga-duga dengan ijtihad, maka kesunahan tersebut tidak berlaku. Dan jika dia menduga tanpa ijtihad atau bahkan ragu tentang ghurub, maka haram baginya berbuka dengan keduanya.