NU Cirebon
MUDIK merupakan tradisi tahunan yang banyak dilakukan umat Islam Indonesia, terutama menjelang Hari Raya Idulfitri. Perjalanan jarak jauh ini sering kali menimbulkan pertanyaan terkait ibadah puasa: apakah seseorang yang melakukan perjalanan mudik diperbolehkan untuk tidak berpuasa?
Dalam Islam, terdapat keringanan (rukhshah) bagi musafir untuk tidak berpuasa, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan diperinci para ulama. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang yang mudik bisa mendapatkan keringanan ini.
Allah Swt memberikan keringanan bagi orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) untuk tidak berpuasa, sebagaimana firman-Nya:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barang siapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Berdasarkan ayat ini, para ulama Syafi’iyah kemudian merinci beberapa ketentuan yang membolehkan seorang musafir untuk tidak berpuasa selama perjalanan.
Baca: Menelan Ludah saat Puasa Bisa Membatalkan? Ini Penjelasannya!
Agar seseorang yang melakukan perjalanan mudik diperbolehkan untuk tidak berpuasa, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. Jarak perjalanan harus mencapai Masafah Qashr (Jarak Minimal untuk Qashar Salat)
Dalam fikih, perjalanan yang membolehkan seseorang berbuka puasa adalah perjalanan yang memenuhi syarat Masafah Qashr, yaitu jarak minimal yang diperbolehkan untuk meringkas (qashar) salat.
Imam Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menyebutkan:
و (أي : يُباحُ فِطْرٌ فِي سَفَرٍ قَصْرٍ دُونَ قَصِيرٍ وَسَفَرٍ مَعْصِيةٍ)
“Diperbolehkan berbuka (tidak puasa) dalam perjalanan jauh (qashr), bukan perjalanan yang pendek atau perjalanan maksiat.”
Terkait jarak minimal Masafah Qashr, para ulama memiliki beberapa pendapat dalam satuan kilometer (KM):
- Syaikh Najmuddin Al-Kurdi (Al-Maqadir As-Syar’iyah): 80,64 KM
- Kitab Taqrirot Assadidah: 82 KM
- Darul Ifta’ Jordania: 83 KM
- Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (Adduror As-Saniyyah): 88 KM
Catatan penting:
Jarak ini dihitung sekali keberangkatan, bukan total perjalanan pulang-pergi.
2. Tidak bertujuan maksiat
Perjalanan yang membolehkan seseorang tidak berpuasa haruslah perjalanan yang bukan bertujuan maksiat. Jika perjalanan tersebut dilakukan untuk tujuan yang haram, maka keringanan berbuka puasa tidak berlaku.
Imam Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menegaskan:
و (أي : دُوْنَ) سَفَرٍ مَعْصِيةٍ
“Bukan perjalanan yang bertujuan maksiat.”
Karena itu, mudik yang bertujuan untuk bersilaturahmi dengan keluarga termasuk dalam perjalanan yang diperbolehkan dalam syariat.
3. Berangkat sebelum fajar jika ingin berbuka
Seseorang yang hendak berbuka puasa karena bepergian harus meninggalkan daerah tempat tinggalnya sebelum terbit fajar. Jika ia masih berada di daerah asal saat fajar terbit, maka ia tetap wajib berpuasa pada hari itu.
Imam Ibnu Hajar Al-Haytami dalam Tuhfatul Muhtaj menjelaskan:
أَنَّ شَرطَ الفِطْرِ في أَوَّلِ أَيَّامٍ سَفَرِهِ أَنْ يُفارِقَ ما تُشْتَرَطُ مُجاوَزَتُهُ لِلْقَصْرِ قَبْلَ طُلُوعِ الفَجْرِ . وَإِلَّا، لَم يُفطِرُ ذلك اليوم
“Syarat diperbolehkannya berbuka puasa pada hari pertama perjalanan adalah sudah keluar dari batas daerah tempat tinggal sebelum terbit fajar. Jika tidak, maka ia tetap harus berpuasa pada hari itu.”
Dengan demikian, jika seseorang baru memulai perjalanan setelah terbit fajar, maka ia tetap harus menjalankan puasa pada hari itu.
Tips mudik dengan bijak saat puasa
Agar perjalanan mudik tetap nyaman dan sesuai dengan syariat, berikut beberapa tips yang bisa diterapkan:
1. Pastikan jarak tempuh memenuhi syarat Masafah Qashr, yaitu minimal sekitar 80 KM sekali perjalanan.
2. Jika ingin berbuka, pastikan sudah meninggalkan daerah asal sebelum fajar terbit.
3. Siapkan makanan ringan atau minuman untuk berbuka jika perjalanan berlangsung hingga waktu Maghrib.
4. Jika tetap ingin berpuasa, atur jadwal perjalanan agar tidak terlalu melelahkan.
5. Jika perjalanan sangat berat dan membuat kondisi tubuh melemah, sebaiknya mengambil rukhshah (keringanan) untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain.[]
Wallahu A’lam….