Wednesday, May 14, 2025
NU Kabupaten Cirebon
NEWSLETTER
No Result
View All Result
  • Warta
    • Nasional
    • Daerah
  • Ragam
  • Opini
  • Keislaman
    • Doa dan Dzikir
    • Fiqih
    • Khutbah
    • Tasawuf
    • Tafsir
  • Pesantren
  • Tokoh
  • Kisah
  • NU Peduli
  • Kirim Tulisan
NU Kabupaten Cirebon
  • Warta
    • Nasional
    • Daerah
  • Ragam
  • Opini
  • Keislaman
    • Doa dan Dzikir
    • Fiqih
    • Khutbah
    • Tasawuf
    • Tafsir
  • Pesantren
  • Tokoh
  • Kisah
  • NU Peduli
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
NU Kabupaten Cirebon
No Result
View All Result

Membenahi Algoritma Dakwah Nahdliyin

ayub by ayub
14/07/2019
in Opini
0
Home Opini

Oleh: Sobih Adnan

RELATED POST

Masihkah Berharap Sekolah Gratis?

Ta’lim Muta’allim dan Sila Kedua, Komposisi Jitu untuk Cetak Pelajar yang Beradab

BEBERAPA hari lalu, penulis bercakap dengan Mbak Anita Wahid, putri ketiga Allah yarham KH Abdurrahman ‘Gus Dur’ Wahid.

“Mbak, masih ingat enggak satu pandangan Gus Dur -yang menurut Mbak- itu adalah prediksi almarhum tentang hari ini?”

“Ada. Beliau pernah bilang, sepuluh tahun lagi NU bakal ramai hinaan dan fitnahan. Tapi, di tahun-tahun itulah justru anak-anak muda NU bangkit.”

Pesan Gus Dur itu diungkap pada bulan-bulan akhir sebelum berpulang. Jika ditarik dari 2009, sepuluh tahun dalam “terawangan” Gus Dur itu memang tentang sekarang, tahun 2019.

Mbak Anita mengyakan kedua terkaan itu. NU, oleh sebagian kelompok kecil namun cerewet, belakangan kerap dijadikan bulan-bulanan. Tapi, di sisi lain, kata Mbak Anita, lihat saja, sekarang kita punya Gus Muwafiq (KH Ahmad Muwafiq), Gus Baha (KH Baha’uddin Nursalim), Gus Miftah (KH Miftah Maulana Habiburrahman), Prof Nadir (KH Nadirsyah Hosen), Mas Ulil (KH Ulil Abshar Abdalla), dan beberapa sosok yang banyak digandrungi lainnya.

Mbak Anita, begitu pun penulis, semafhum. Nama-nama yang disebut tadi memang menjelma secuil jawaban NU atas tantangan dakwah hari ini. Ya, baru kemarin rasanya kalangan pesantren bising dengan sindiran ihwal metode dakwah yang ketinggalan zaman. Kini, tuntutan era digital tak terbukti sebagai ancaman senjakala dakwah kaum sarungan. Nama-nama tadi, adalah penyelamatnya. Atau minimal, telah merelakan diri menjadi jimatnya.

Perkaranya, mereka tak bisa sendirian. Apabila perbincangannya adalah perebutan pasar, maka sokongan jaringan mengambil peran lebih utama. Selain itu, karena medianya tak sebatas di dunia nyata, berkompromi dengan rumus algoritma ialah jalan pintasnya.

Keduanya, jelas; milik anak muda.

Potensi Dai Daerah

Lima nama yang dijadikan Mbak Anita sebagai tamsil, sebenarnya bukan sosok yang secara sim salabim muncul di mimbar nasional. Bukan pula orang-orang Jakarta, tidak punya KTP Ibu Kota, atau secara rutin muncul di televisi dan media.

Modalnya cuma satu, memiliki kesadaran yang tinggi terhadap dunia digital, seiring tekad untuk mengisi ruang-ruang kosong di dunia maya.

Artinya, mestinya NU masih punya banyak celengan. Di daerah kelahiran penulis sendiri, Cirebon misalnya, ada banyak kiai muda yang sejatinya memiliki peluang setara. Nama-nama seperti KH Faris Fuad Hasyim, KH Farid Nasiruddin, Ustaz H Ujang Bustomi, KH Ja’far Musaddad, KH Subhan Baihaqi, dan kakanda penulis sendiri, KH Ahmad Zuhri-Adnan merupakan orang-orang nyaris setiap malam memenuhi undangan ceramah; sulit dipergoki tengah bersantai di teras rumah.

Ada juga yang tak kalah belia. Malahan, penulis menyimpan perasaan takjub atas kiprah dan kemampuan retorik sekelas Gus Romzi Ahmad, Gus Rifqiel Asyiq, atau Ustaz Mamang Haerudin. Dibanding nama-nama senior yang sudah disebutkan lebih dulu, tiga orang ini punya arsiran genre yang berbeda.

Lantas, apa yang masih disoal? Ya, ternyata masih banyak celah tuntutan dakwah yang penulis nilai belum terpenuhi.

Pertama, masih lemahnya dukungan dari pihak ketiga. Apabila dai adalah pihak pertama, media internet sebagai pihak kedua, maka pihak ketiga adalah masyarakat umum yang berperan penting dalam menyokong upaya mereka. Memberikan dukungan persebaran konten dakwah NU, jauh lebih penting ketimbang bermimpi ambil peran serupa padahal belum tentu mengantongi kemampuan yang sama.

Kedua,  sepinya semangat kolaborasi. Sebenarnya, ihwal satu ini tak jauh berbeda dengan poin pertama. Akan tetapi, ini tidak cuma terkait antarpihak, namun juga tentang bagaimana mengorkestrasi gerakan dakwah di ruang yang sama. Dai tidak hanya bergerak sendiri-sendiri. Kerja-kerja jaringan dakwah, sungguh tidak cukup hanya dibebankan kepada LDNU semata.

Ketiga, berkompromi dengan algoritma. Beberapa tahun lalu, mungkin, mengejar poin ini masih terbilang sunah. Sekarang, tidak. Dakwah di dunia maya sudah dipastikan jalan di tempat jika abai terhadap pemahaman seputar seluk beluk makhluk baru ini.

Penulis pernah bercakap dengan kiai muda yang lebih memilih menekuni rumus-rumus aneh ini dibanding bersyiar secara langsung, yakni Kiai Mubarok Hasanuddin. Katanya, struktur dasar algoritma itu semacam jembatan yang menghubungkan antara logika manusia dan sistem pemrograman komputer. Salah melangkah sedikit saja, bisa-bisa apa yang sudah diupayakan tercebur ke dalam kubangan kepercumaan.

Untungnya, algoritma yang -salah satunya- menuntut kata kunci, sekarang ini sudah berhasil diselesaikan situs-situs NU Online, ISLAMI.co, Alif.ID, dan beberapa website kepesantrenan dan Islam moderat lainnya. Tapi, untuk kebutuhan berikutnya, tetap saja ada banyak hal yang mesti dirumuskan secara serempak dan bersama-sama.

Tidak Cuma Ngeyutub

Berbicara konten dakwah, secara singkat akan berpikir tentang keberadaan platform-platform terminal video publik, salah satunya, Youtube. Memang tidak salah. Hanya saja, pertama, Youtube bukan satu-satunya. Kedua, lagi-lagi, ada rumus-rumus algoritma yang harus ditebak, bahkan dipahami.

Setidaknya, untuk menyulap konten menjadi sesuatu yang tidak gampang tenggelam dalam platform raksasa ini, si pengunggah harus memahami ceruk. Yang sudah ahli, menyebutnya dengan istilah niche content meaning. Konten dakwah, harus isikamah sejak dalam pikiran. Konten-konten itu harus diunggah dalam ruang kategori yang semestinya tidak berubah-ubah.

Praktiknya, terserah, sesuai bentukannya. Apakah dimasukkan dalam genre daily vlog, entertainment, atau edukasi. Yang pasti, bakal tidak pas jika konten dakwah dipaksa masuk dalam channel gaming.

Fungsinya, sesuai terkaan yang banyak diungkapkan pengkreasi konten, Youtube hanya akan menandai dengan memberi poin lebih kepada video-video yang mengandung nilai konsistenti tinggi. Itu saja.

Berikutnya, menyiasati CTR. Orang-orang di bidangnya menjabarkan singkatan ini click through rate. Tapi, penulis lebih sreg membacanya rasio klik tayangan. Tepatnya, sebuah rasio yang menunjukkan seberapa sering orang-orang melihat dan mengklik konten tersebut. Soal ini, biasanya disiasati dengan tampilan gambar keluku alias thumbnail yang menarik berupa cuplikan salah satu frame terkeren yang ada dalam konten tersebut.

Ada pula yang menyiasatinya dengan pemberian judul yang bersifat umpan klik atau clickbait. Tentang ini, meskipun terpaksa dianut, penulis berharap konten-konten NU tidak terjerembab dalam kata-kata kunci yang norak dan menipu.

Selanjutnya, menjaga bounce rate. Penulis agak sulit menemukan sistem ini dalam bahasa Indonesia. Jelasnya, ada kebiasaan pengunjung video yang telanjur cepat dibuat bosan oleh tayangan konten tersebut. Bagaimana cara menangkalnya? Tentu, dengan merumuskan susunan konten menjadi lebih menarik dan berkesinambungan agar tidak ditinggalkan di tengah jalan.

Terakhir, produktivitas yang terjadwal. Tak sedikit pengunggah konten yang mengajak pengunjung untuk berlangganan atau subscribe, tapi tidak memenuhi tahapan unggah yang teratur dan terjadwal. Bolehlah dicek, ketidak-teraturan unggah adalah faktor utama yang membuat konten tersebut ditinggalkan pelanggannya.

Dari kilasan Youtube, sebenarnya yang ingin penulis sampaikan adalah bahwa platform tersebut bukanlah satu-satunya media. Ada satu kawan baik penulis bercerita, apa yang meledak hari ini di Indonesia, adalah fenomena usang yang terjadi lima tahun lalu di Amerika Serikat.

Dan hari ini, di Paman Sam sedang digandrungi tren siniar atau karib disebut podcast. Sudah siapkah para dai NU dan pesantren menjadi pelopornya demi menyambut setengah dekade mendatang?

Ya, cukup berpikir lima tahun ke depan saja. Sebab, yang mampu menerawang dua kali lipatnya cuma wali setingkat Gus Dur atau beberapa kiai sepuh lainnya.

Tags: AlgoritmaDakwah NU
ShareTweetPin

Related Posts

Masihkah Berharap Sekolah Gratis?
Opini

Masihkah Berharap Sekolah Gratis?

05/10/2023
Ta’lim Muta’allim dan Sila Kedua, Komposisi Jitu untuk Cetak Pelajar yang Beradab
Opini

Ta’lim Muta’allim dan Sila Kedua, Komposisi Jitu untuk Cetak Pelajar yang Beradab

11/04/2023
Kenali Dirimu Sebelum Mengenal Orang Lain
Opini

Kenali Dirimu Sebelum Mengenal Orang Lain

11/04/2023
Refleksi Satu Abad NU Berdasarkan Interpretasi Surat At-Taubah Ayat 122
Opini

Refleksi Satu Abad NU Berdasarkan Interpretasi Surat At-Taubah Ayat 122

11/02/2023
Islam Kaffah: Islam Penuh Rahmah
Opini

Islam Kaffah: Islam Penuh Rahmah

11/12/2022
Manajemen Hidup Umur 40 Tahun
Opini

Manajemen Hidup Umur 40 Tahun

14/04/2023
Next Post
Solusi saat Tidak Mampu Mencium Hajar Aswad

Solusi saat Tidak Mampu Mencium Hajar Aswad

Jln. Dewi Sartika No. 9, Sumber

Follow us

RECENT NEWS

  • Sepekan Pasca Launching, Ratusan Botol Sabun Cuci Piring “Sannoe” Laris Terjual
  • 1.750 Siswa SD Negeri di se-Kabupaten Cirebon Diwisuda Tahfizh, Bukti Sukses Integrasi Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an
  • PAC Ansor Kaliwedi Bagikan Al-Qur’an Gratis, Dukung Budaya Literasi dan Nilai Keagamaan
  • Wakili Pengurus MHQN Cirebon, Hj. Qurrotul Aeni Tekankan 3 Hal bagi Penghafal Quran

CATEGORIES

  • Agenda
  • Banom
  • Daerah
  • Doa dan Dzikir
  • Fiqih
  • Hukum
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Khutbah Jumat
  • Lembaga
  • MWC
  • Nasihat Ulama
  • Nasional
  • Opini
  • PC NU
  • Pengumuman
  • Pesantren
  • Ragam
  • Sirah
  • Tafsir
  • Tanya-Jawab
  • Tasawuf
  • Tawsiyah
  • Tokoh
  • Uncategorized
  • Warta
  • Agenda
  • Amaliya-NU
  • BANOM NU Kabupaten Cirebon
  • Home
  • Home 1
  • Home 2
  • Home 3
  • Khutbah Jum’at
  • Kirim Tulisan
  • Lembaga NU Kabupaten Cirebon
  • Login
  • MWC NU Kabupaten Cirebon
  • NU TV Cirebon
  • PC NU Kabupaten Cirebon
  • Pesantren
  • Registrasi Garuda Cyber NU
  • Submissions
  • SUSUNAN REDAKSI

© 2023 PC NU Kabupaten Cirebon - Dikelolah Oleh LTN NU Kabupaten Cirebon.

No Result
View All Result
  • Warta
    • Nasional
    • Daerah
  • Ragam
  • Opini
  • Keislaman
    • Doa dan Dzikir
    • Fiqih
    • Khutbah
    • Tasawuf
    • Tafsir
  • Pesantren
  • Tokoh
  • Kisah
  • NU Peduli
  • Kirim Tulisan

© 2023 PC NU Kabupaten Cirebon - Dikelolah Oleh LTN NU Kabupaten Cirebon.