NU Cirebon
Cirebon: Vokalis band Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud berkesempatan hadir mengisi diskusi dalam rangkaian peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2023 Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon.
Diskusi yang juga digawangi Pengurus Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Kabupaten Cirebon itu bertajuk “Musik Sufistik: Bedah Lirik ‘Putih’ Efek Rumah Kaca.”
Dalam acara yang berlangsung di Panggung Utama Arena Pekan Raya Cirebon (PRC), Watubelah, Sumber, Cirebon, pada Ahad, 5 November 2023, malam itu, Cholil menyebut bahwa sebagian lagu yang ia ciptakan hanya merupakan bagian dari memori kehidupan sehari-hari yang ia tangkap sewaktu kecil.
Cholil mengaku tidak menyangka akan mendapatkan respons yang membanggakan, terutama dari kalangan pesantren. “Saya cuma menyuarakan pengalaman yang didapat di masa kecil,” katanya.
Menurut Cholil, musik memiliki kekuatan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Termasuk pesan-pesan pelestarian lingkungan dari kacamata agama.
“Ada juga perasaan ingin membuktikan bahwa dengan bermain musik, enggak harus jauh dari agama. Melalui lagu-lagu yang kami ciptakan, sebenarnya ERK ingin memaknai relijiusitas secara lebih luas,” tegas Cholil.
Misteri lagu “Putih”
Cholil mengatakan, proses kreatif di dalam album “Sinestesia (2015)” terutama untuk tembang yang bertajuk “Putih” merupakan jawaban atas sebuah tantangan yang hadir. Yakni, sebabak upaya untuk melahirkan karya yang cukup berbeda ketimbang dua album yang sudah diluncurkan sebelumnya.
“Biasanya kami membuat lagu dengan format yang lebih simpel dan struktur yang sederhana. Di dua album yang sebelumnya, lagunya masih dengan tipikal standar durasi tiga sampai empat menitan,” katanya,
“Tetapi di album Sinestesia kami menantang diri untuk membuat lagu yang lebih kompleks dan dengan durasi yang cukup panjang, tapi diupayakan tetap ringan didengar,” ungkapnya.
Lagu “Putih” berdurasi 09:46 menit untuk versi album dan 09:48 format unduh digital. Tembang ini memuat pesan tentang kematian sekaligus kelahiran dalam siklus hidup manusia.
“Putih sejatinya dua lagu yang digabung menjadi satu. Bagian pertama menggambarkan suasana kehilangan dan yang kedua bercerita tentang kebahagiaan,” katanya.
Cholil mengaku, lagu itu terinspirasi dari segala pengalaman yang ia peroleh pada masa anak-anak. Ide penciptaan karya tersebut terpantik dari kenangan masa kecil yang begitu dekat dengan tradisi tahlilan yang secara guyub digelar warga ketika ada seseorang yang meninggal dunia.
Saat kematian datang
Aku berbaring dalam mobil ambulans Dengar, pembicaraan tentang pemakaman
Dan takdirku menjelang
Sirene berlarian sahut-sahutan Tegang, membuka jalan menuju Tuhan
Akhirnya aku usai juga.
Saat berkunjung ke rumah
Menengok ke kamar ke ruang tengah Hangat, menghirup bau masakan kesukaan
Dan tahlilan dimulai
Doa bertaburan terkadang tangis terdengar
Akupun ikut tersedu sedan
Akhirnya aku usai juga
Oh, kini aku lengkap sudah
“Waktu kecil, saya sering mendengar kiai atau ustaz yang menceritakan bahwa orang yang sudah meninggal itu rohnya tidak langsung terangkat. Ia masih sempat melihat apa yang terjadi di dunia nyata. Itu pengetahuan yang kemudian saya ekspresikan melalui lagu tersebut, katanya.
Menurut Cholil, lagu lain yang cukup terpengaruh dari pengalaman keberagamaan di masa lampau adalah singel berjudul “Debu-Debu Berterbangan” dalam album pertama, serta “Kuning” yang juga termuat pada album Sinestesia.
“Debu-Debu Berterbangan itu terinspirasi ketika masih sekolah di madrasah yang setiap harinya membaca QS. Al-Ashr. Sementara dalam lagu ‘Kuning‘ ada saripati hadis yang menceritakan tentang jarak matahari yang hanya sejengkal dari kepala,” ungkap Cholil.