NU Cirebon
KH Bahaudin Nursalim atau biasa dikenal Gus Baha menjelaskan istilah “tidurnya orang berpuasa itu bernilai ibadah.” Menurutnya, persepsi tersebut akan terbangun jika dipandang dari kaca mata ushul fikih.
“Istilah itu bisa benar jika dipandang sebagai tindakan untuk meninggalkan maksiat,” ujarnya dikutip dari tayangan YouTube Santri Gus Baha pada Selasa, 26 Maret 2024.
Misalnya, kata Gus Baha, orang yang bersangkutan akan melakukan hal-hal bersifat dosa, seperti membicarakan orang lain atau ghibah.
Baca Juga: Gus Baha Ungkap Cara Kiai Pesantren Teladani Ulama Terdahulu di Bulan Ramadan
“Karena tidur, ia dapat meninggalkan semua itu,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Narukan, Rembang itu.
Ia memaparkan, aktivitas tidur sebenarnya hal yang lumrah dilakukan. Akan tetapi, berkah membaca literatur ulama dahulu, maka umat Muslim menjadi tahu hikmah dari tidur.
“Kualitas ayat Wamin ayatihi manamukum billaili wannahari menjadi sangat tampak jelas,” ungkap Gus Baha.
Gus Baha menilai, tidur pada pukul 09.00 pagi dulu dianggap buruk, tetapi gara-gara khutbahnya kiai tentang naumul shaim ibadah di bulan puasa, maka menjadi hal yang dapat dimaklumi.
“Cara memakluminya bagaimana kita tidak berpikir negatif terhadap orang yang tidur tersebut. Kita jangan berpikiran negatif. Wah ini kok puasa, tidak baca Al-Qur’an, tidak salat Dhuha, malah tiduran saja,” ucap dia.
Sikap yang harus dilakukan, kata Gus Baha, yakni dengan memberikan poin positif kepada orang tersebut. Sebab dengan tidur, mungkin ia tidak melakukan maksiat dan meninggalkan hal-hal buruk.
“Belum lagi kalau dilihat dari sudut kesehatan, tidur merupakan bagian merilekskan kerja-kerja tubuh. Ia dapat beristirahat dari segala aktivitas sehari-harinya. Para Ahli kedokteran mungkin akan memuji itu sebagai istirahat yang menjaga stamina dan sebagainya,” jelasnya. (Iin Sholihin)