NU Cirebon
Cirebon: Dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Ahmad Bintang Irianto menjelaskan kepada peserta paralegal bahwa pelaksana advokasi bukan hanya advokat atau pengacara, akan tetapi cakupannya lebih luas lagi.
Menurutnya, advokasi lebih cocok dimaknai pembelaan. Artinya, advokasi dilakukan ketika adanya ketidakadilan di manapun atau kapanpun kejadiannya. Jadi, kerja kerja advokasi bukan hanya di wilayah pengadilan, tetapi juga persoalan lapangan.
“Tujuan advokasi adalah ketika ada ketidakadilan, maka harus adil. Ketika ada kebengkokan hukum, maka harus diluruskan,” tegas Kang Bintang saat menyampaikan materi bertajuk “Advokasi dan Gerakan” di pelatihan paralegal yang diselenggerakan LBH Ansor Cirebon di Hotel Verse Jalan Tuparev Kedawung Cireon, Sabtu (12/10/24).
Ia menegaskan bahwa projek pengadvokasian biasanya berkaitan dengan komunitas tertindas. Misalnya, kaum adat yang terpinggirkan regulasi negara, komunitas yang terpinggirkan persoalan keagamaan, komunitas yang terpinggirkan oleh pembangunan, komunitas yang terpinggirkan oleh kelompok mayoritas.
Mantan aktivis 98 ini mencontohkan kasus yang pernah ia tangani tempo dulu. Salah satunya adalah persoalan keagamaan di Kabupaten Kuningan.
Pada waktu itu, sambung Kang Bintang, penganut agama Sunda Wiwitan di Kuningan mendapati persoalan di masyarakat. Dikarenakan persoalan tersebut penting, ia melakukan pendampingan dan pembelaan.
“Pengalaman pengalam advokasi saya dulu di antaranya adalah kasus PLTU, Indocement, kasus pembantaian umat beragama,” ungkapnya.
Dalam melakukan advokasi, ia membagikan langkah strategis yang harus dilakukan sebelum melakukan pendampingan di lapangan. Yang pertama dilakukan adalah identifikasi masalah, memahami aturan atau regulasi berdasarkan kasus per kasus, pemetaaan masalah, keterlibatan media kemudian baru mencari solusi.
“Kalau semua tahapan sudah dikerjakan, maka akan terlihat peta konflik dan akar masalahnya. Kita akan tahu siapa kawan dan siapa lawannya,” papar Kang Bintang.